Memanduk

Memanduk merupakan satu di antara kearifan lokal masyarakat yang ada di Kabupaten Kubu Raya dalam mengolah lahan terutama di lahan gambut. Tujuan utama dari kegiatan memanduk ini adalah untuk membersihkan sisa-sisa kayu ataupun gulma dan untuk mengambil abu sebagai pupuk. Menurut hasil penelitian, abu hasil pembakaran mengandung nutrisi seperti, kalsium, yang terdiri dari sekitar 20 persen, potasium, yang bisa sekitar 5 persen, magnesium, fosfor, dan belerang, yang terdiri dari sekitar 2 persen. Ada juga sedikit zat besi, mangan, aluminium, seng, boron, dan banyak lagi, yang semuanya dibutuhkan oleh tanaman dalam dosis kecil. Nutrisi ini dapat membantu tanaman mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan untuk tumbuh dan memberikan dorongan, menjadikan abu kayu sebagai pupuk yang efektif untuk banyak tanaman. Alkalinitas abu juga dapat memberikan manfaat bagi kompos. Tumpukan kompos cenderung sangat asam, yang mungkin perlu diubah agar efektif. Dengan menambahkan lapisan tipis abu, bisa meningkatkan pH kompos secara efektif. Namun, abu akan efektif jika dijaga tetap kering, karena air dapat menyebabkan nutrisi alkali terlepas dari abu1.

Kegiatan memanduk ini dilakukan petani dengan cara mengumpulkan sisa-sisa kayu maupun gulma pada satu tempat tidak dalam bentuk hamparan sehingga meminimalkan resiko kebakaran. Tempat pembakaran ini biasanya di kasi sekat agar apinya tidak menjalar kemana-mana dan juga di tutupi dengan atap agar ketika hujan tidak basah. Sebagian besar petani yang menerapkan cara memanduk ini adalah petani hortikultura. Waktu mereka membakar sisa sisa kayu/gulma biasanya saat mereka sedang berada dilahan sekitar jam 3 sore. Tujuan mereka melakukannya jam 3 sore karena saat tersebut biasanya cuaca tidak terlalu panas dan angin tidak terlalu kuat sehingga api yang menyala tidak menjalar cepat ke mana-mana. Tujuan lain dari kegiatan memanduk ini adalah untuk meminimalisir serangan hama-hama dan penyakit pada tanaman petani. Kegiatan ini biasanya direncanakan dan dilaksanakan dengan teratur dan disesuaikan dengan hitungan - hitungan musim yang berlaku, bahkan ada beberapa tahapan - tahapan kegiatan berladang yang harus dilaksanakan melalui beberapa upacara - upacara tertentu pada setiap tahapan kegiatannya. Dalam kegiatan perladangan secara umum akan dimulai dari mencari lahan, mematok lahan, menebas dan membersihkan lahan, membakar lahan hasil tebasan atau rebak, memanduk (membakar hasil tebasan yang tersisa), menggaleng (membuat petak petak lahan dengan sususan kayu), dan memarung (menetapkan petak ladang untuk dibangun pondok ume atau panggung).

Walaupun kebijakan formal mengenai larangan pembakaran lahan sudah ada, seperti UU RI No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 50 ayat 3 yang mengatur pelarangan membakar hutan dan UU RI No. 32 tahun 2009 tentang Kehutanan pasal 29 ayat 1. Tetapi pembukaan lahan dengan pembakaran (memanduk) masih dipandang efektif oleh petani , karena dianggap lebih menguntungkan seperti hemat biaya , waktu dan dapat menyuburkan tanaman.

Panggung ialah merupakan kearifan lokal tentang pemanfaatn tanah dan hutan. Pengaturan mengenai hutan dan tata tanah ini telah dilaksanakan sejak kekuasaan Keprabuan Majapahit. Disamping pengaturaan tentang tanah dan hutan berdsarkan undang - undang Sindang Mardika, masyarakat pribumi Bangka juga mempercayai bahwa di berbagai tempat di Pulau Bangka dijaga, atur oleh “ penunggungnya ” yaitu roh dan makhluk halus dan juga diatur mengenal tata cara kegiatan perladangan serta aturan pemukiman.


Sumber

https://www.kompas.com/homey/read/2021/04/12/123900976/jangan-buru-buru-dibuang-ini-4-manfaat-abu-bakaran-kayu?page=all

https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=317

https://www.mongabay.co.id/2014/08/07/budaya-kelola-lahan-dengan-pembakaran-sudah-ada-di-sumsel-bagaimana-caranya/