Burung enggang atau yang biasa disebut rangkong adalah salah satu satwa endemik Kalimantan Barat. Burung enggang memiliki sejenis burung yang mempunyai paruh berbentuk tanduk sapi tetapi tanpa lingkaran. Biasanya paruhnya itu berwarna terang. Di habitatnya, burung enggang memakan serangga kecil dan buah. Buah yang dimakan oleh burung enggang hanya dicerna daging buahnya saja, sementara biji buahnya dikeluarkan melalui feses. Oleh sebab itu, burung yang menjadi ikon hutan hujan tropis Asia ini berperan besar dalam penyebaran benih yang sangat penting dalam menjaga kesehatan hutan hujan tropis. Burung enggang juga memiliki suara yang keras hingga dapat terdengar jelas sampai sejauh 3 km.
Selain penting bagi ekosistem, satwa ini juga dianggap sakral oleh suku Dayak. Burung enggang dianggap sebagai penanda identitas, penjaga keberlangsungan hutan sebagai sumber kehidupan masyarakat, dan simbol pemersatu. Bagi suku Dayak, enggang juga merupakan entitas yang dapat menjembatani dunia manusia dan ruh. Keanggunan burung enggang juga diadaptasi ke dalam gerakan tarian dan tak jarang juga ditoreh sebagai tato dan lukisan.
Sayangnya, saat ini burung enggang termasuk ke dalam salah satu satwa yang dilindungi di Indonesia. Semakin terbatasnya hutan membuat keberadaan burung enggang makin susah dicari. Perburuan dan perdagangan satwa juga menjadi salah satu faktor yang membuat populasi burung enggang semakin menurun. Sebab dianggap sebagai satwa eksotis, banyak para kolektor dari luar negeri yang menginginkan satwa ini. Tak jarang juga hanya diambil beberapa bagian tubuhnya saja, seperti paruh atau bulu. Selain itu, burung enggang merupakan hewan monogami yang mana hanya memiliki satu pasangan selama hidupnya. Hal ini menyebabkan populasi burung enggang menjadi semakin sedikit.