Both sides previous revision Previous revision Next revision | Previous revision |
ekosistem:lahan_gambut [2022/10/20 06:40] – Akbar Aksi Gemilang | ekosistem:lahan_gambut [2023/02/04 10:04] (current) – Yusi Septriandi |
---|
====== Lahan Gambut ====== | ====== Lahan Gambut ====== |
| |
Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap [[:ekosistem:ekosistem_gambut|ekosistem gambut]], salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm<sup>1</sup> . Akumulasi bahan organik yang terjadi di lahan gambut disebabkan oleh lambatnya laju dekomposisi dibanding dengan laju penumpukan bahan organik yang tergenang dalam jangka waktu yang lama<sup>2&3</sup> . | Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap [[.:ekosistem_gambut|ekosistem gambut]], salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm<sup>1.</sup> |
| |
| Akumulasi bahan organik yang terjadi di lahan gambut disebabkan oleh lambatnya laju dekomposisi dibanding dengan laju penumpukan bahan organik yang tergenang dalam jangka waktu yang lama<sup>2&3</sup> . |
| |
Lahan gambut memiliki karakteristik yang unik yaitu rentan terhadap konversi, relatif kurang subur dan kering tak berbalik sehingga apabila terdapat kesalahan dalam pengelolaan dapat menimbulkan masalah lingkungan<sup>4</sup> . Berdasarkan ketebalannya, lahan gambut dibagi ke dalam empat kategori yaitu gambut dangkal (<1 m), gambut sedang (1-2 m), gambut dalam (2-4 m), dan gambut sangat dalam (>4 m). | Lahan gambut memiliki karakteristik yang unik yaitu rentan terhadap konversi, relatif kurang subur dan kering tak berbalik sehingga apabila terdapat kesalahan dalam pengelolaan dapat menimbulkan masalah lingkungan<sup>4</sup> . Berdasarkan ketebalannya, lahan gambut dibagi ke dalam empat kategori yaitu gambut dangkal (<1 m), gambut sedang (1-2 m), gambut dalam (2-4 m), dan gambut sangat dalam (>4 m). |
===== Luas dan Persebaran ===== | ===== Luas dan Persebaran ===== |
| |
Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki gambut dengan jumlah yang besar. Lahan gambut di Indonesia merupakan yang terbesar di Asia Tenggara dan keempat di dunia<sup>5</sup> . Luas lahan gambut di Indonesia pada tahun 2019 mencapai 24.667.804 Ha dan sebagian besar tersebar di tiga pulau yaitu Sumatera (6,4 juta Ha), Kalimantan (4,7 juta Ha), dan Papua (3,6 juta Ha)<sup>6</sup> . Sedangkan data //Global Wetlands //menyebutkan bahwa Indonesia memiliki lahan gambut seluas 22,5 juta Ha dan menempati peringkat kedua setelah Brazil dengan luas lahan gambut sebesar 31,3 juta Ha. Pada data tersebut menyebutkan bahwa Papua memiliki luas lahan gambut terbesar yaitu 6,3 juta Ha. Kemudian terdapat Kalimantan Tengah (2,7 juta Ha), Riau (2,2 juta Ha), Kalimantan Barat (1,8 juta Ha), Sumatera Selatan (1,7 juta Ha), Papua Barat (1,3 juta Ha), Kalimantan Timur (0,9 juta Ha), dan Sumatera Utara, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan (masing-masing 0,6 juta Ha)<sup>7</sup> . | Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki gambut dengan jumlah yang besar. Lahan gambut di Indonesia merupakan yang terbesar di Asia Tenggara dan keempat di dunia<sup>5</sup> . Luas lahan gambut di Indonesia pada tahun 2019 mencapai 24.667.804 Ha dan sebagian besar tersebar di tiga pulau yaitu Sumatera (6,4 juta Ha), Kalimantan (4,7 juta Ha), dan Papua (3,6 juta Ha)<sup>6</sup> . Sedangkan data //Global Wetlands //menyebutkan bahwa Indonesia memiliki lahan gambut seluas 22,5 juta Ha dan menempati peringkat kedua setelah Brazil dengan luas lahan gambut sebesar 31,3 juta Ha. Pada data tersebut menyebutkan bahwa Papua memiliki luas lahan gambut terbesar yaitu 6,3 juta Ha. Kemudian terdapat Kalimantan Tengah (2,7 juta Ha), Riau (2,2 juta Ha), Kalimantan Barat (1,8 juta Ha), Sumatera Selatan (1,7 juta Ha), Papua Barat (1,3 juta Ha), Kalimantan Timur (0,9 juta Ha), dan Sumatera Utara, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan (masing-masing 0,6 juta Ha)<sup>7</sup> . |
| |
Saat ini, data terkait luas lahan gambut di Indonesia masih fluktuatif tergantung lembaga yang mempublikasikan data, baik secara nasional maupun internasional. Perbedaan data tersebut dikarenakan terdapat perbedaan teknik survey dan kondisi lapangan pada saat itu. | Saat ini, data terkait luas lahan gambut di Indonesia masih fluktuatif tergantung lembaga yang mempublikasikan data, baik secara nasional maupun internasional. Perbedaan data tersebut dikarenakan terdapat perbedaan teknik survey dan kondisi lapangan pada saat itu. |
- Gambut bersifat seperti //spons//, dapat menjadi pengendali siklus hidrologi karena dapat menampung air sebanyak 100% - 1300% dari bobot keringnya. | - Gambut bersifat seperti //spons//, dapat menjadi pengendali siklus hidrologi karena dapat menampung air sebanyak 100% - 1300% dari bobot keringnya. |
- Menunjang perekonomian masyarakat dengan pemanfaatan hasil hutan gambut berupa rotan, karet, nanas, dll. Selain itu, pada rawa gambut juga dapat dimanfaatkan untuk budidaya ikan. | - Menunjang perekonomian masyarakat dengan pemanfaatan hasil hutan gambut berupa rotan, karet, nanas, dll. Selain itu, pada rawa gambut juga dapat dimanfaatkan untuk budidaya ikan. |
- Habitat alami bagi berbagai spesies [[:tumbuhan|]] dan hewan, seperti [[:tumbuhan:kantong_semar|kantung semar]], orang utan, trenggiling, [[:ramin|]], dan [[:tumbuhan:anggrek|]]. | - Habitat alami bagi berbagai spesies [[:tumbuhan|]] dan hewan, seperti [[:tumbuhan:kantong_semar|kantung semar]], orang utan, trenggiling, [[:tumbuhan:ramin|]], dan [[:tumbuhan:anggrek|]]. |
| |
===== Pemanfaatan dan Permasalahan ===== | ===== Pemanfaatan dan Permasalahan ===== |
| |
Lahan gambut, terutama gambut dangkal, telah dimanfaatkan oleh masyarakat lokal di Indonesia selama berabad-abad.Pemanfataan tersebut seringkali dilakukan dengan praktik pengeringan skala besar dan pembakaran lahan gambut untuk [[:konversi_lahan|konversi lahan]] untuk pertanian atau perkebunan. Lahan gambut pada dasarnya kurang subur sehingga dapat menghambat pengembangan lahan gambut untuk budidaya pertanian. Pembakaran lahan gambut merupakan pilihan yang sering dipilih masyarakat karena diyakini dapat menyediakan zat hara yang siap digunakan untuk tanaman pertanian<sup>8</sup> . | Lahan gambut, terutama gambut dangkal, telah dimanfaatkan oleh masyarakat lokal di Indonesia selama berabad-abad.Pemanfataan tersebut seringkali dilakukan dengan praktik pengeringan skala besar dan pembakaran lahan gambut untuk [[:kebijakan:konversi_lahan|konversi lahan]] untuk pertanian atau perkebunan. Lahan gambut pada dasarnya kurang subur sehingga dapat menghambat pengembangan lahan gambut untuk budidaya pertanian. Pembakaran lahan gambut merupakan pilihan yang sering dipilih masyarakat karena diyakini dapat menyediakan zat hara yang siap digunakan untuk tanaman pertanian<sup>8</sup> . |
| |
Konversi lahan gambut dan drainase untuk penggunaan pertanian telah memicu berbagai masalah lingkungan dan degradasi ekologis, termasuk tingginya emisi gas rumah kaca (GHG), menurunnya fungsi hidrologis dan hilangnya keanekaragaman hayati. Pengeringan lahan gambut menyebabkan rentan terjadinya [[:kebakaran_lahan_gambut|kebakaran lahan gambut]] periode kering dan banjir di musim hujan. Kabut karena kebakaran gambut telah menjadi perhatian regional selama bertahun-tahun. Baik isu keanekaragaman hayati dan emisi gas rumah kaca memiliki relevansi global, yang semakin menambah urgensi penanganan konversi lahan gambut di Indonesia. | Konversi lahan gambut dan drainase untuk penggunaan pertanian telah memicu berbagai masalah lingkungan dan degradasi ekologis, termasuk tingginya emisi gas rumah kaca (GHG), menurunnya fungsi hidrologis dan hilangnya keanekaragaman hayati. Pengeringan lahan gambut menyebabkan rentan terjadinya [[.:kebakaran_lahan_gambut|kebakaran lahan gambut]] periode kering dan banjir di musim hujan. Kabut karena kebakaran gambut telah menjadi perhatian regional selama bertahun-tahun. Baik isu keanekaragaman hayati dan emisi gas rumah kaca memiliki relevansi global, yang semakin menambah urgensi penanganan konversi lahan gambut di Indonesia. |
| |
Untuk membangun solusi efektif untuk masalah ini, setidaknya ada empat syarat yang harus dipenuhi: | Untuk membangun solusi efektif untuk masalah ini, setidaknya ada empat syarat yang harus dipenuhi: |
- Opsi alternatif yang layak yang memenuhi harapan pemangku kepentingan yang sah. | - Opsi alternatif yang layak yang memenuhi harapan pemangku kepentingan yang sah. |
| |
Selain solusi terkait pembukaan lahan untuk pertanian dan perkebunan, terdapat alternatif lain untuk pemanfaatan lahan gambut secara lestari namun masyarakat tetap memperoleh keuntungan secara ekonomis. Pemanfaatan yang dapat dilakukan dapat berupa pembangunan ekowisata gambut, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu pada gambut, | Selain solusi terkait pembukaan lahan untuk pertanian dan perkebunan, terdapat alternatif lain untuk pemanfaatan lahan gambut secara lestari namun masyarakat tetap memperoleh keuntungan secara ekonomis. [[penghidupan:pemanfaatan_hasil_hutan|Pemanfaatan hasil hutan]] yang dapat dilakukan dapat berupa pembangunan ekowisata gambut, [[:sosialekonomi:hasil_hutan_bukan_kayu|hasil hutan bukan kayu]] pada gambut, |
| |
---- | ---- |
- [[https://katadata.co.id/timpublikasikatadata/infografik/5e9a519433cb1/luas-gambut-indonesia-terbesar-kedua-di-dunia|Luas Gambut Indonesia Terbesar Kedua di Dunia]] | - [[https://katadata.co.id/timpublikasikatadata/infografik/5e9a519433cb1/luas-gambut-indonesia-terbesar-kedua-di-dunia|Luas Gambut Indonesia Terbesar Kedua di Dunia]] |
- [[https://books.google.com/books?hl=id&lr=&id=Ji2R4TMX4R4C&oi=fnd&pg=PR1&dq=panduan+pengendalian+gambut+adinugroho&ots=hM0fe0Hnht&sig=p91vVwfmQR1_pP8ixanPHO5UlGI|Adinugroho, W. C., Suryadiputra, I. N. N., & Saharjo, B. H. 2005. Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut. Proyek Climate Change, Forest and Peatlands in Indonesia. Wetlands International — Indonesia Programme and Wildlife Habitat Canada. Bogor. Indonesia.]] | - [[https://books.google.com/books?hl=id&lr=&id=Ji2R4TMX4R4C&oi=fnd&pg=PR1&dq=panduan+pengendalian+gambut+adinugroho&ots=hM0fe0Hnht&sig=p91vVwfmQR1_pP8ixanPHO5UlGI|Adinugroho, W. C., Suryadiputra, I. N. N., & Saharjo, B. H. 2005. Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut. Proyek Climate Change, Forest and Peatlands in Indonesia. Wetlands International — Indonesia Programme and Wildlife Habitat Canada. Bogor. Indonesia.]] |
{{tag>ekosistem penghidupan}} | {{tag>rintisan}} |
| |
| |