Pengaruh Kebakaran Lahan Gambut terhadap Perubahan Iklim

titik-kebakaran.jpgIklim adalah jalannya suatu keadaan cuaca atau keseluruhan dari gejala-gejala cuaca di daerah tertentu sepanjang tahun dan dari tahun ke tahun (Daldjoeni, 1986). Iklim setiap lokasi di dunia memiliki karakterisitik cuaca dan iklim yang berbeda-beda. Iklim suatu wilayah atau daerah dapat ditentukan oleh lima faktor utama, yaitu garis lintang, angin utama, massa daratan atau benua, arus samudra, serta topografi.
Unsur iklim adalah suatu proses terjadinya cuaca dan iklim yang merupakan kombinasi atau gabungan dari variabel-variabel atmosfer yang sama. Unsur-unsur iklim tersebut terdiri dari suhu, kelembapan udara, curah hujan, tekanan udara, angin, embun, kabut, dan perawanan (Tjasyono, 1999). Iklim sangat penting karena terdapat banyak fenomena iklim yang menimbulkan bencana seperti, banjir, longsor, gelombang laut yang tinggi, dan gejala el-nino serta la-nina yang dinilai sangat menakutkan bagi perasaan manusia. Dampak perubahan iklim telah terjadi di wilayah Indonesia yang memengaruhi pertanian seperti terganggunya pertumbuhan dan produksi tanaman.
Saat ini perhatian dunia tertuju pada masalah perubahan iklim dan pemanasan global. Salah satu penyebabnya adalah adanya korelasi positif antara peningkatan pembukaan lahan baru bagi perkebunan yang cenderung agresif dan ekspansif pada lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
di Asia Tenggara, terutama di Indonesia dan Malaysia, dengan meningkatnya emisi gas karbon dioksida (CO2) ke udara. Masalah gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigGambut

<[lahan gambut]Ekosistem Gambut Primer di Laboratorium Alam CIMPTROP, Kalimantan Tengah>

Gambut merupakan material organik yang terbentuk secara alami berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada areal rawa. Secara harfiah Gambut berasal dari bahasa Banjar untuk menyebut tanah non-mineral yang berasal dari akumulasi bahan organik yang tidak terdekomposisi sempurna pada daerah depresi. Bany…
mendapat perhatian serius seiring dengan semakin kuatnya isu perubahan iklim dan pemanasan global. Lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
adalah ekosistem alami yang bernilai tinggi karena mempunyai keanekaragaman hayati, pengatur iklim, dan tempat menggantungkan hidup jutaan penduduk di sekitar lokasi lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
tersebut. Masalah pembukaan lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
, drainase yang berlebihan, dan kebakaran yang sering terjadi merupakan faktor utama penyumbang emisi gas rumah kaca, seperti CO2, metana (CH4), dan nitrogen oksida (N2O), yang akan menjadi bom waktu bagi kelestarian hidup di bumi.
Pemanfaatan lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
untuk pertanian semestinya dilakukan dengan benar dan sesuai kondisi lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
setempat, misalnya pemilihan jenis tanaman yang cocok dengan kondisi lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
setempat dan tidak menyebabkan mudahnya terjadi pelepasan CO2 ke atmosfer. Dengan kata lain, pengelolaan lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
yang tidak semestinya dapat menyebabkan degradasi lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
dan pemanasan global.

by :Andrea Akbar & Nopa Nentia

Source :

Foto oleh CIFOR

Daftar Pustaka:

Daldjoeni. 1986. Pokok-pokok Klimatologi. Bandung: Penerbit Alumni.

Tjasyono, Bayong. 1999. Klimatologi Umum. Bandung: ITB.