Gambut
Gambut merupakan material organik yang terbentuk secara alami berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada areal rawa. Secara harfiah Gambut berasal dari bahasa Banjar untuk menyebut tanah non-mineral yang berasal dari akumulasi bahan organik yang tidak terdekomposisi sempurna pada daerah depresi. Banyak istilah lokal yang digunakan untuk menyebut tanah gambut, di antaranya paya' dan sepo' yang keduanyan masing-masing berasal dari bahasa Dayak dan Melayu Kalimantan Barat. Sejumlah lembaga penelitian juga mempunyai definisi tersendiri untuk membedakan antara gambut dengan tanah mineral.
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 71 tahun 20141 , gambut didefinisikan sebagai material organik yang terbentuk secara alami dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dan terakumulasi pada rawa. Berdasarkan Soil Survey Staff (2014), tanah organik didefinisikan sebagai gambut apabila memiliki ketebalan bahan organik dengan ciri sebagai berikut: (1) 60 cm atau lebih jika 3/4 volume tanah adalah serat kasar atau jika nilai bobot isi tanah kurang dari 0,1 g.cm-3 ; atau (2) 40 cm atau lebih jika bahan saprik atau hemik, atau fibrik jika kurang dari 3/4 adalah bahan kasar dan nilai bobot isi 0,1 g.cm-3 atau lebih. Sementara itu berdasarkan PP No 57 Tahun 2016, gambut adalah material organik yang terbentuk secara alami dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) sentimeter atau lebih dan terakumulasi pada rawa. Adapula sistem Klasifikasi Tanah Nasional yang dikeluarkan oleh Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian, Sistem Klasifikasi WRB/FAO UNESCO dan lain-lain yang memiliki definisi tertentu untuk mengistilahkan gambut.
Dalam sains geografi dan kebumian, gambut dikenal juga dengan istilah Histosols (histik = jaringan) dan Organosol (berasal dari kata organik). Karakteristik utama yang menjadi pembeda dengan tanah gambut dengan tanah mineral adalah kandungan karbon organik yang tinggi. Berdasarkan Dariah et al. (2014) disebutkan bahwa C-organik yang terkandung di dalam gambut adalah >18% dan dalam keadaan tergenang air menjadikannya sebagai salah satu penyimpan karbon terbesar. Selain itu kandungan karbon yang tinggi pada tanah gambut ini secara langsung akan mempengaruhi sifat-sifat tanah. Berdasarkan tingkat pelapukannya, gambut dapat dibedakan menjadi tiga yaitu saprik atau gambut yang sudah melapuk sempurna, fibrik yaitu gambut yang masih mentah atau belum mengalami pelapukan secara sempurna dan hemik yaitu gambut transisi antara saprik dan fibrik. Kematangan gambut dapat diuji dengan metode skala humifikasi Von Post, syringe McKenzie dan titrasi asam-basa.
Pembentukan Gambut
Gambut terbentuk dari sisa tumbuhan dan hewan yang telah mati ribuan tahun yang lalu. Lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut
Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm yang kita jumpai sekarang sebenarnya adalah tanah biasa, yang berbentuk cekungan dan berada di antara dua sungai, atau di antara sungai dan laut. Karena berbentuk cekungan, air sungai atau laut selalu menggenangi cekungan tersebut. Akibatnya sisa tumbuhan dan hewan tidak dapat terurai dengan baik, karena air mencegah bakteri dan mikroorganisme menguraikan sisa-sisa tumbuhan tersebut. Sisa tumbuhan dan hewan yang tidak dapat terurai, makin lama makin menumpuk dan akhirnya membuat lapisan baru yang disebut gambut. Lapisan baru tersebut kemudian ditumbuhi tanaman kembali dan proses yang sama pun terulang lagi hingga terbentuk sebuah gundukan atau disebut kubah gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigKubah Gambut
Kubah gambut adalah area di dalam kesatuan hidrologis gambut (KHG) yang memiliki elevasi lebih tinggi dibandingkan dengan lahan gambut di sekitarnya. Sedangkan puncak kubah gambut adalah areal dalam kubah gambut dengan elevasi paling tinggi dari wilayah sekitarnya, dapat mencapai 10 meter. Penentuan puncak kubah.
Pembentukan gambut di dataran pantai di Indonesia dan Serawak, Malaysia dimulai pada akhir Jaman Es (Glacial periods), sewaktu kenaikan muka laut mulai berhenti, dan dataran pantai yang luas dan delta-delta mulai terbentuk (Subagyo et al., 1990). Umur endapan gambut dapat ditentukan dengan menggunakan teknik C14 carbon dating. Driesen (1978) menduga umur gambut antara 4000 sampai 5000 tahun (Periode Glacial Wurm Anderson (dalam Kyuma, 1987) mendapatkan taksiran umur gambut di daerah Sumatera sekitar 4.300 tahun pada kedalaman 12 m dan gambut paling muda berumur 2.250 tahun. Silvius (1984) dalam penelitiannya di sungai Air Hitam Laut, Jambi menetapkan umur gambut antara 3000 sampai 4800 tahun. Penelitian C14carbon dating di dekat Batanghari, Jambi menunjukkan umur gambut 4300 tahun (Esterle et al., 1991). Tanah-tanah gambut di daerah Kalimantan umumnya terbentuk pada zaman Holosen sekitar 11.000 tahun yang lalu) (Polak, 1950).
Sebaran Gambut di Indonesia
Di seluruh dunia, tanah gambut hanya dapat dijumpai di beberapa wilayah yang tersebar di daerah tropis maupun nontropis. Negara dengan iklim nontropis yang memiliki gambut diantaranya: Amerika, Kanada, Rusia, Kongo . Sedangan gambut tropis dapat ditemui di Brazil, Indonesia dan Malaysia . Indonesia merupakan salah negara yang memiliki lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut
Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm terbesar ke-2 di wilayah tropis. Lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut
Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm ini tersebar di beberapa pulau besar di antaranya Sumatera, Kalimantan dan Papua serta sebagian kecil di Sulawesi. Provinsi Sumatera Selatanplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigSumatera Selatan
Sumatera Selatan atau sering disebut sebagai Bumi Sriwijaya, memiliki Ibu Kota Provinsi Palembang yang juga dijuluki sebagai Venice of The East (Venesia dari timur) oleh bangsa Eropa merupakan salah satu kota tertua di Indonesia yang sudah ada sejak 1.335 tahun yang lalu. Dalam perjalanannya, Provinsi Sumatera Selatan saat ini tengah gencar melakukan pembangunan infrastruktur, terutama melalui perencanaan Kawasan Ekonomi Khusus Pelabuhan Tanjung Api-Api di memiliki gambut terluas kedua di Pulau Sumatra.
Tanah Gambut dan Tanah Bergambut
Masih berdasarkan definisinya. Disebut tanah gambut jika ketebalan gambut diatas 50cm dan disebut tanah bergambut jika ketebalannya kurang dari 50cm. Tanah gambut umumnya memiliki kesuburan yang rendah, ditandai dengan pH rendah (masam), ketersediaan sejumlah unsur hara makro (K, Ca, Mg, P) dan mikro (Cu, Zn, Mn, dan B) yang rendah, mengandung asam-asam organik yang beracun, serta memiliki Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang tinggi tetapi Kejenuhan Basa (KB) rendah. KTK yang tinggi dan KB yang rendah menyebabkan pH rendah dan sejumlah pupuk yang diberikan ke dalam tanah relatif sulit diambil oleh tanaman5 .
Perbedaan Gambut dan Rawa
Lahan rawa adalah lahan darat yang tergenang secara periodik atau terus menerus secara alami. Genangan lahan rawa dapat disebabkan oleh pasangnya air laut, genangan air hujan, atau luapan air sungai. Berdasarkan penyebab genangannya, lahan rawa dibagi menjadi tiga, yaitu rawa pasang surut, rawa lebak dan rawa lebak peralihan2 .
Fungsi Gambut
Gambut memiliki berbagai fungsi, mulai dari ekologis, sosial, ekonomi dan budaya. Sebagai fungsi ekologis, gambut dapat berpean seperti spons, yang dapat menyerap air saat musim hujan sehingga menghindari banjir dan tanah longsor, sedangkan pada musim penghujan ia akan menyediakan cadangan air. Gambut Indonesia juga menyerap 30% CO2 yang ada di dunia. Sehingga dapat dikatakan, gambut berperan dalam mencegah peningkatan suhu global penyebba global warming. Gambut juga menjadi salah satu sumber makanan, salah satunya ikan.
Pengelolaan gambut ini hanya dapat dilakukan di area budidaya, dan dilakukan secara berkelanjuan sebagaimana telah diatur dalam berbagai peraturan.
Sumber
1. peraturan.bpk.go.id: Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut
2. wetlands.or.id: Mengenal Tipe Lahan Rawa Gambut
3.Dariah, A., Marwanto, S. and Agus, F.: Root- and peat-based CO2 emissions from oil palm plantations, Mitig. Adapt. Strateg. Glob. Chang., 19, 831–843, doi:10.1007/s11027-013-9515-6, 2014.
4. Soil Survey Staff.: Keys to soil taxonomy, Usda, 12, 410, doi:10.1063/1.1698257, 2014.
5. wetlands.or.id: Mengenal Perilaku Lahan Gambut