Both sides previous revision Previous revision Next revision | Previous revision |
ekosistem:gambut [2023/02/12 05:24] – Arizka Mufida | ekosistem:gambut [2023/06/24 04:48] (current) – Ahwansah Putra |
---|
====== Gambut ====== | ====== Gambut ====== |
| |
<imgcaption image1|Ekosistem Gambut Primer di Laboratorium Alam CIMPTROP, Kalimantan Tengah>[[https://wikigambut.id/lib/exe/detail.php?id=ekosistem:gambut&media=ekosistem:hutan_gambut_di_cimtrop.jpg|{{ .:hutan_gambut_di_cimtrop.jpg?300x200}}]]</imgcaption> | <imgcaption image1|Ekosistem Gambut Primer di Laboratorium Alam CIMPTROP, Kalimantan Tengah>[[https://wikigambut.id/lib/exe/detail.php?id=ekosistem:gambut&media=ekosistem:hutan_gambut_di_cimtrop.jpg|{{ .:hutan_gambut_di_cimtrop.jpg?300x200|lahan gambut}}]]</imgcaption> |
| |
Gambut merupakan material organik yang terbentuk secara alami berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada areal rawa. Secara harfiah Gambut berasal dari bahasa Banjar untuk menyebut tanah non-mineral yang berasal dari akumulasi bahan organik yang tidak terdekomposisi sempurna pada daerah depresi. Banyak istilah lokal yang digunakan untuk menyebut tanah gambut, di antaranya paya' dan sepo' yang keduanyan masing-masing berasal dari bahasa Dayak dan Melayu Kalimantan Barat. Sejumlah lembaga penelitian juga mempunyai definisi tersendiri untuk membedakan antara gambut dengan tanah mineral. | Gambut merupakan material organik yang terbentuk secara alami berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada areal rawa. Secara harfiah Gambut berasal dari bahasa Banjar untuk menyebut tanah non-mineral yang berasal dari akumulasi bahan organik yang tidak terdekomposisi sempurna pada daerah depresi. Banyak istilah lokal yang digunakan untuk menyebut tanah gambut, di antaranya paya' dan sepo' yang keduanyan masing-masing berasal dari bahasa Dayak dan Melayu Kalimantan Barat. Sejumlah lembaga penelitian juga mempunyai definisi tersendiri untuk membedakan antara gambut dengan tanah mineral. |
| |
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 71 tahun 2014<sup>[[https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/5513/pp-no-71-tahun-2014|1]]</sup> , gambut didefinisikan sebagai material organik yang terbentuk secara alami dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dan terakumulasi pada rawa. Berdasarkan Soil Survey Staff (2014), tanah organik didefinisikan sebagai gambut apabila memiliki ketebalan bahan organik dengan ciri sebagai berikut: (1) 60 cm atau lebih jika 3/4 volume tanah adalah serat kasar atau jika nilai bobot isi tanah kurang dari 0,1 g.cm-3 ; atau (2) 40 cm atau lebih jika bahan saprik atau hemik, atau fibrik jika kurang dari 3/4 adalah bahan kasar dan nilai bobot isi 0,1 g.cm-3 atau lebih. Sementara itu berdasarkan PP No 57 Tahun 2016, gambut adalah material organik yang terbentuk secara alami dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) sentimeter atau lebih dan terakumulasi pada rawa. Adapula sistem Klasifikasi Tanah Nasional yang dikeluarkan oleh Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian, Sistem Klasifikasi WRB/FAO UNESCO dan lain-lain yang memiliki definisi tertentu untuk mengistilahkan gambut. | Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 71 tahun 2014<sup>[[https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/5513/pp-no-71-tahun-2014|1]]</sup> , gambut didefinisikan sebagai material organik yang terbentuk secara alami dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dan terakumulasi pada rawa. Berdasarkan Soil Survey Staff (2014), tanah organik didefinisikan sebagai gambut apabila memiliki ketebalan bahan organik dengan ciri sebagai berikut: (1) 60 cm atau lebih jika 3/4 volume tanah adalah serat kasar atau jika nilai bobot isi tanah kurang dari 0,1 g.cm-3 ; atau (2) 40 cm atau lebih jika bahan saprik atau hemik, atau fibrik jika kurang dari 3/4 adalah bahan kasar dan nilai bobot isi 0,1 g.cm-3 atau lebih. Sementara itu berdasarkan PP No 57 Tahun 2016, gambut adalah material organik yang terbentuk secara alami dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) sentimeter atau lebih dan terakumulasi pada rawa. Adapula sistem Klasifikasi Tanah Nasional yang dikeluarkan oleh Balai Besar Sumberdaya [[.:lahan_gambut|Lahan Pertanian]], Sistem Klasifikasi WRB/FAO UNESCO dan lain-lain yang memiliki definisi tertentu untuk mengistilahkan gambut. |
| |
Dalam sains geografi dan kebumian, gambut dikenal juga dengan istilah Histosols (histik = jaringan) dan Organosol (berasal dari kata organik). Karakteristik utama yang menjadi pembeda dengan tanah gambut dengan tanah mineral adalah kandungan karbon organik yang tinggi. Berdasarkan Dariah et al. (2014) disebutkan bahwa C-organik yang terkandung di dalam gambut adalah >18% dan dalam keadaan tergenang air menjadikannya sebagai salah satu penyimpan karbon terbesar. Selain itu kandungan karbon yang tinggi pada tanah gambut ini secara langsung akan mempengaruhi sifat-sifat tanah. Berdasarkan tingkat pelapukannya, gambut dapat dibedakan menjadi tiga yaitu saprik atau gambut yang sudah melapuk sempurna, fibrik yaitu gambut yang masih mentah atau belum mengalami pelapukan secara sempurna dan hemik yaitu gambut transisi antara saprik dan fibrik. Kematangan gambut dapat diuji dengan metode skala humifikasi Von Post, syringe McKenzie dan titrasi asam-basa. | Dalam sains geografi dan kebumian, gambut dikenal juga dengan istilah Histosols (histik = jaringan) dan Organosol (berasal dari kata organik). Karakteristik utama yang menjadi pembeda dengan tanah gambut dengan tanah mineral adalah kandungan karbon organik yang tinggi. Berdasarkan Dariah et al. (2014) disebutkan bahwa C-organik yang terkandung di dalam gambut adalah >18% dan dalam keadaan tergenang air menjadikannya sebagai salah satu penyimpan karbon terbesar. Selain itu kandungan karbon yang tinggi pada tanah gambut ini secara langsung akan mempengaruhi sifat-sifat tanah. Berdasarkan tingkat pelapukannya, gambut dapat dibedakan menjadi tiga yaitu saprik atau gambut yang sudah melapuk sempurna, fibrik yaitu gambut yang masih mentah atau belum mengalami pelapukan secara sempurna dan hemik yaitu gambut transisi antara saprik dan fibrik. Kematangan gambut dapat diuji dengan metode skala humifikasi Von Post, syringe McKenzie dan titrasi asam-basa. |
3.[[https://link.springer.com/article/10.1007/s11027-013-9515-6|Dariah, A., Marwanto, S. and Agus, F.: Root- and peat-based CO2 emissions from oil palm plantations]], Mitig. Adapt. Strateg. Glob. Chang., 19, 831–843, doi:10.1007/s11027-013-9515-6, 2014.\\ | 3.[[https://link.springer.com/article/10.1007/s11027-013-9515-6|Dariah, A., Marwanto, S. and Agus, F.: Root- and peat-based CO2 emissions from oil palm plantations]], Mitig. Adapt. Strateg. Glob. Chang., 19, 831–843, doi:10.1007/s11027-013-9515-6, 2014.\\ |
<font 14px/Arial,Helvetica,sans-serif;;inherit;;inherit>4. Soil Survey Staff.: Keys to soil taxonomy, Usda, 12, 410, doi:10.1063/1.1698257, 2014.</font> | <font 14px/Arial,Helvetica,sans-serif;;inherit;;inherit>4. Soil Survey Staff.: Keys to soil taxonomy, Usda, 12, 410, doi:10.1063/1.1698257, 2014.</font> |
| <font 14px/Arial,Helvetica,sans-serif;;inherit;;inherit>5.</font> [[https://www.wetlands.or.id/PDF/Flyers/Agri04.pdf|wetlands.or.id: Mengenal Perilaku Lahan Gambut]] |
[[https://www.wetlands.or.id/PDF/Flyers/Agri04.pdf|5. wetlands.or.id: Mengenal Perilaku Lahan Gambut]] | |
| |
{{tag>rintisan}} | {{tag>rintisan}} |
| |
| |