Hutan mangrove atau hutan bakau adalah tipe hutan yang berada di daerah pasang surut air laut, misalnya pantai, laguna, pengolahan pakan hijauan rawa, dan muara sungai. Hutan mangrove merupakan tipe hutan yang unik dan khas. Tempat tumbuh mangrove berupa endapan lumpur dan bahan organik yang berasal dari hulu1 . Hutan mangrove hidup dengan bergantung pada pasang surut air laut, air tawar, dan endapan lumpur untuk memperoleh unsur hara2 .
Kondisi mangrove di lapangan dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu mangrove lebat, mangrove sedang, dan mangrove jarang. Berdasarkan SNI 7717-2020, kondisi mangrove lebat merupakan mangrove dengan tutupan tajuk > 70%, mangrove sedang dengan tutupan tajuk 30-70%, dan mangrove jarang dengan tutupan tajuk <30%.
Terdapat 11 genus tumbuhan yang menjadi ciri dari hutan mangrove, yaitu Avicennia, Snaeda, Conocarpus, Lumnitzera, Aegialitis, Ceriops, Aegicera, Rhizopora, Brugiera, Laguncularia, Sonneratia. Ciri hutan mangrove lainnya yaitu ekosistem tersusun atas zonasi mangrove berdasarkan letak dari laut dan vegetasi penyusunnya, tumbuh pada substrat berlumpur, dan salinitas yang bervariasi3 .
Syarat hidup mangrove4 :
Berdasarkan Peta Mangrove Nasional (PMN), luas hutan mangrove pada tahun 2021 sebesar 3.364.080 ha. Luas tersebut mengalami peningkatan yang signifikan apabila dibandingkan dengan luas hutan mangrove pada PMN 2013-2019 yaitu sebesar 3.311.245 ha. Sehingga, luas hutan mangrove dari tahun 2013 hingga 2021 mengalami peningkatan sebesar 52.835 ha. Adapun dari total luas mangrove tersebut, diketahui bahwa seluas 2.661.291 ha (80%) berada di dalam kawasan hutan dan seluas 702.789 ha (20%) berada di luar kawasan hutan. Sedangkan berdasarkan kerapatan tajuk, sekitar 93% mangrove Indonesia memiliki kerapatan lebat dengan luas 3.121.239 ha, sisanya merupakan kerapatan sedang seluas 188.363 ha, dan kerapatan jarang seluas 54.476 ha5 .
Hutan mangrove tersebar di seluruh pulau-pulau besar dan sebagian pulau-pulau kecil di Indonesia. Luas hutan mangrove terbesar dimiliki oleh Provinsi Papua dengan luas lebih dari 1 juta ha, sedangkan di bagian Indonesia barat, luas hutan mangrove terbesar dimiliki oleh Provinsi Kepulauan Riau sebesar lebih dari 200.000 ha.
Secara umum, ekosistem mangrove diklasifikasikan menjadi empat zona berdasarkan letaknya dari garis pantai dan karakteristik vegetasinya, yaitu pada daerah terbuka, daerah tengah, daerah sungai berair payau sampai hampir tawar, dan daerah ke arah daratan yang berair tawar6 .
Meskipun terdapat pendekatan teoritis terhadap zonasi mangrove, namun kenyataan di lapangan tidak sesederhana itu. Ekosistem mangrove dapat disusun atas struktur yang lebih kompleks karena vegetasi yang tumpang tindih dan perbedaan karakteristik pantai antar daerah. Berikut merupakan profil zonasi mangrove di Cilacap6 .
Dari segi ekologis, mangrove berperan dalam menyumbang zat hara yang berguna terhadap kesuburan perairan sekitarnya. Secara fisik, mangrove dapat menjadi tempat berlindung dan berkembangbiak bagi biota laut (Pisces, Crustacea, Mollusca), serta penyediaan makanan alami yang berasal dari dekomposisi bahan organik9 . Di lingkungan abiotik, mangrove berperan sebagai penahan angin laut dan ombak yang dapat menjaga daerah pesisir dari abrasi. Sebagaimana tipe hutan lainnya, mangrove juga berperan dalam penyerapan dan penyimpanan karbon (C). Penyerapan dan penyimpanan karbon merupakan upaya mitigasi terhadap pemanasan global dan perubahan iklim. Dibandingkan dengan hutan tropis daratan, hutan mangrove dapat menyimpan karbon (C) tiga kali lipat lebih banyak. Penyerapan karbon optimal yang dapat dilakukan oleh mangrove adalah sebesar 77,9% yang disimpan dalam batang, daun, dan akar10 .
Keberadaan ekosistem hutan mangrove memberikan manfaat secara ekonomis bagi masyarakat. Namun, seringkali pemanfaatan hutan mangrove tidak disertai pertanggungjawaban untuk turut menjaga hutan mangrove tetap lestari. Masih terdapat praktik pemungutan kayu besar-besaran, pembukaan tambak dan pertanian, pemukiman di kawasan pesisir, serta aktivitas tambang dan industri.
Masyarakat perlu memperhatikan bahwa masih terdapat manfaat ekonomis mangrove yang dapat diperoleh tanpa merusak keseimbangan ekosistemnya. Berbagai pemanfaatan mangrove yang dapat dilakukan antara lain: usaha ikan tangkap di perairan mangrove, zat penyamak (tanin) dari kulit mangrove, pewarna alami, dan ekowisata mangrove. Selain itu, hutan mangrove juga dapat menyediakan bahan bangunan (palem paleman), buah-buahan seperti buah pidada/perepat, pulp, chipwood.