Perempuan sebagai kaum ibu selalu dikaitkan dengan alam, maka pembahasan lingkungan menjadi penting dalam wacana feminisme. Aliran-aliran keras ekofeminisme menuduh bahwa laki-laki lah yang paling banyak berperan dalam pengrusakan alam apalagi bila dikaitkan dengan karakter maskulin dan budaya patriarki. Kaum ibu bergaris moderat mengusulkan bahwa cara berelasi yang feminim, yakni, penuh pengertian, caring dan berperasaan lebih dapat menyelamatkan dunia dari kehancuran lingkungan.
Program pelestarian lingkungan yang begitu gencar dipropagandakan oleh pemerintah Orde Baru dan menghasilkan banyak penghargaan serta kebanggaan bagi „Bapak Pembangunan‟, ternyata dampaknya yang sangat merusak lingkungan, menyengsarakan petani dan merugikan kaum perempuan. Keberhasilan swasembada pangan ternyata menimbulkan krisis berkepanjangan. Kelaparan dan kemiskinan menjadi wajah dari sebagian besar masyarakat dan yang paling menderita adalah kaum perempuan, misalnya ibu hamil dan menyusui serta anak-anak membutuhkan lingkungan yang sehat untuk kehidupan selanjutnya.
Pengelolaan lingkungan merupakan suatu hal yang mutlak dan memiliki kepentingan yang strategis dalam penyelamatan lingkungan bagi kepentingan manusia dan lingkungan melalui pembangunan berkelanjutan, dimana kepentingan manusia dalam pemanfaatan sumberdaya tetap berjalan, namun disisi lain sumberdaya tetap lestari sesuai kapasitas dan daya dukung lingkungan. Dalam tradisi relegius dan kultural, kaum ibu sering dipikirkan sebagai “dekat dengan alam dan lingkungan”, alam dilihat sebagai feminim, maka dunia alam disimbolkan sebagai perempuan.
Pengkaitan apa pun antara alam dan kaum perempuan lebih merupakan bentukan budaya dari pada sebuah fakta ilmiah. Kunci untuk memperbaiki bumi terletak pada penghormatan terhadap hukum alam yang dipahami oleh masyarakat asli dan tradisional. Mereka mengetahuinya dan menghidupi hukum ini, yang menuntun relasi manusia dengan empat elemen pemberi kehidupan, yaitu tanah, air, udara dan api (energi), serta mengajarkan penghormatan pada kesatuan dan kesalingtergantungan dari seluruh kehidupan.
Melalui pertanian, perempuan memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian rumah tangga. Di banyak komunitas, perempuan juga terlibat dalam koperasi pertanian dan organisasi petani, yang memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan mengakses sumber daya secara adil.
Perempuan sering kali menjadi agen perubahan dalam masyarakat mereka. Mereka berperan dalam mendidik anggota masyarakat tentang praktik pertanian berkelanjutan, keberlanjutan lingkungan, dan pentingnya menjaga keanekaragaman sumber daya.
Sumber:
https://www.sustainable-landscape.org/berita-detail.php?id=32
https://www.mosintuwu.com/2018/03/19/mosangki-dan-cerita-perempuan-yang-tersingkir-dari-panen-padi/
Freddy Buntaran, 1996. Saudari Bumi Saudara Manusia. Yokyakarta : Kanisius.