perikanan_di_ekosistem_gambut

Perikanan di Ekosistem Gambut

Lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
menawarkan berbagai jenis perikanan, mulai dari perikanan tangkap di rawa dan kanal alami, budidaya keramba di pinggir kanal gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigGambut

<[lahan gambut]Ekosistem Gambut Primer di Laboratorium Alam CIMPTROP, Kalimantan Tengah>

Gambut merupakan material organik yang terbentuk secara alami berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada areal rawa. Secara harfiah Gambut berasal dari bahasa Banjar untuk menyebut tanah non-mineral yang berasal dari akumulasi bahan organik yang tidak terdekomposisi sempurna pada daerah depresi. Bany…
atau danau kecil, hingga tambak udang dan kolam tradisional di dataran rendah gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigGambut

<[lahan gambut]Ekosistem Gambut Primer di Laboratorium Alam CIMPTROP, Kalimantan Tengah>

Gambut merupakan material organik yang terbentuk secara alami berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada areal rawa. Secara harfiah Gambut berasal dari bahasa Banjar untuk menyebut tanah non-mineral yang berasal dari akumulasi bahan organik yang tidak terdekomposisi sempurna pada daerah depresi. Bany…
. Namun, karakteristik hidrologi dan kimia air gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigAir Gambut

<[Air Gambut]Air Gambut>

Air gambut merupakan jenis air permukaan hasil akumulasi sisa material yang terdekomposisi tidak sempurna dan biasa terjadi pada daerah rawa atau dataran rendah. Air gambut memiliki cir-ciri seperti intensitas warna tinggi (coklat kemerahan), memiliki nilai keasamaan tinggi, kandungan zat organik tinggi, dan kandungan kation rendah (Aidah, dkk., 2018). Kualitas air
sangat memengaruhi keberhasilan budidaya. Air gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigAir Gambut

<[Air Gambut]Air Gambut>

Air gambut merupakan jenis air permukaan hasil akumulasi sisa material yang terdekomposisi tidak sempurna dan biasa terjadi pada daerah rawa atau dataran rendah. Air gambut memiliki cir-ciri seperti intensitas warna tinggi (coklat kemerahan), memiliki nilai keasamaan tinggi, kandungan zat organik tinggi, dan kandungan kation rendah (Aidah, dkk., 2018). Kualitas air
umumnya bersifat asam, dengan pH berkisar antara 3,5 hingga 5,5, akibat akumulasi bahan organik dan pelepasan asam humat serta fulvat dari dekomposisi vegetasi (Page et al., 2011; Urban & Bayley, 1986). Kondisi ini dapat menghambat pertumbuhan ikan dan udang, terutama spesies yang sensitif terhadap pH rendah dan konsentrasi logam terlarut seperti Fe dan Al yang meningkat dalam lingkungan asam (Dasgupta et al., 2015; Pezdir et al., 2024).

Selain itu, fluktuasi ketinggian air akibat musim hujan dan kemarau, serta pengaruh kanal dan drainase, turut menentukan strategi budidaya. Pada musim kemarau, penurunan muka air tanah dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi asam dan suhu air, serta risiko kekeringan dan kebakaran lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigKebakaran Lahan Gambut

<[hutan_gambut_bekas_terbakar_kalimantan_tengah.jpg]Hutan Gambut Bekas Terbakar, Kalimantan Tengah>

Kebakaran lahan gambut (peatland fire) merupakan fenomena yang sering terjadi di daerah Kalimantan dan Sumatera sebagai penyimpan gambut terbesar di Indonesia. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat pada bulan Januari hingga September 2019
(Wösten et al., 2008; Adesiji, 2014). Sebaliknya, pada musim hujan, genangan berlebih dapat mengganggu kestabilan keramba dan tambak, serta memicu pencampuran air yang mengubah kualitas kimia dan oksigen terlarut (Yang et al., 2025). Oleh karena itu, strategi budidaya di lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
perlu mempertimbangkan adaptasi terhadap dinamika air, seperti pemilihan spesies toleran terhadap pH rendah (misalnya ikan gabus dan lele lokal), penggunaan sistem semi-tertutup, serta pengelolaan kanal untuk menjaga muka air optimal.

Ikan-ikan dan krustasea yang umum dibudidayakan atau ditangkap di ekosistem rawa gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigGambut

<[lahan gambut]Ekosistem Gambut Primer di Laboratorium Alam CIMPTROP, Kalimantan Tengah>

Gambut merupakan material organik yang terbentuk secara alami berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada areal rawa. Secara harfiah Gambut berasal dari bahasa Banjar untuk menyebut tanah non-mineral yang berasal dari akumulasi bahan organik yang tidak terdekomposisi sempurna pada daerah depresi. Bany…
Indonesia memiliki nilai ekonomi dan budaya yang signifikan. Ikan gabus (Channa striata) dikenal sebagai spesies bernilai tinggi karena ketahanannya terhadap kondisi air yang asam dan kandungan albuminnya yang tinggi, menjadikannya bahan baku penting dalam kuliner dan pengobatan tradisional, terutama di Sumatera dan Kalimantan. Ikan Lele Gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigGambut

<[lahan gambut]Ekosistem Gambut Primer di Laboratorium Alam CIMPTROP, Kalimantan Tengah>

Gambut merupakan material organik yang terbentuk secara alami berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada areal rawa. Secara harfiah Gambut berasal dari bahasa Banjar untuk menyebut tanah non-mineral yang berasal dari akumulasi bahan organik yang tidak terdekomposisi sempurna pada daerah depresi. Bany…
(Clarias spp.) dan patin (Pangasius spp.) merupakan komoditas budidaya air tawar yang populer karena pertumbuhannya cepat dan adaptif terhadap lingkungan terbatas, termasuk lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
. Lele sering diolah menjadi berbagai masakan khas seperti pecel lele, sementara patin menjadi bahan utama dalam pindang dan gulai di Sumatera Selatanplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigSumatera Selatan

Sumatera Selatan atau sering disebut sebagai Bumi Sriwijaya, memiliki Ibu Kota Provinsi Palembang yang juga dijuluki sebagai Venice of The East (Venesia dari timur) oleh bangsa Eropa merupakan salah satu kota tertua di Indonesia yang sudah ada sejak 1.335 tahun yang lalu. Dalam perjalanannya, Provinsi Sumatera Selatan saat ini tengah gencar melakukan pembangunan infrastruktur, terutama melalui perencanaan Kawasan Ekonomi Khusus Pelabuhan Tanjung Api-Api di
. Ikan rawa seperti sepat dan betok juga memiliki peran penting dalam konsumsi lokal, terutama di desa-desa sekitar rawa gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigGambut

<[lahan gambut]Ekosistem Gambut Primer di Laboratorium Alam CIMPTROP, Kalimantan Tengah>

Gambut merupakan material organik yang terbentuk secara alami berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada areal rawa. Secara harfiah Gambut berasal dari bahasa Banjar untuk menyebut tanah non-mineral yang berasal dari akumulasi bahan organik yang tidak terdekomposisi sempurna pada daerah depresi. Bany…
, di mana ikan ini ditangkap secara tradisional dan diolah menjadi ikan asin atau digoreng sebagai lauk harian.

Di wilayah pesisir gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigGambut

<[lahan gambut]Ekosistem Gambut Primer di Laboratorium Alam CIMPTROP, Kalimantan Tengah>

Gambut merupakan material organik yang terbentuk secara alami berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada areal rawa. Secara harfiah Gambut berasal dari bahasa Banjar untuk menyebut tanah non-mineral yang berasal dari akumulasi bahan organik yang tidak terdekomposisi sempurna pada daerah depresi. Bany…
, kepiting rawa gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigGambut

<[lahan gambut]Ekosistem Gambut Primer di Laboratorium Alam CIMPTROP, Kalimantan Tengah>

Gambut merupakan material organik yang terbentuk secara alami berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada areal rawa. Secara harfiah Gambut berasal dari bahasa Banjar untuk menyebut tanah non-mineral yang berasal dari akumulasi bahan organik yang tidak terdekomposisi sempurna pada daerah depresi. Bany…
dan udang kecil dibudidayakan di tambak-tambak yang terintegrasi dengan sistem mangrove. Kepiting bakau (Scylla serrata) dan udang windu (Penaeus monodon) tidak hanya menjadi komoditas ekspor unggulan, tetapi juga bagian dari tradisi kuliner pesisir seperti kepiting saus Padang dan udang bakar. Budidaya terpadu dengan rehabilitasi mangrove telah dikembangkan untuk menjaga keberlanjutan produksi sekaligus melestarikan ekosistem.

Budidaya lestari di lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
memerlukan pendekatan yang adaptif terhadap karakteristik hidrologi dan kimia air yang unik. Salah satu teknik yang efektif adalah penggunaan keramba apung yang dirancang untuk menyesuaikan dengan fluktuasi muka air gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigAir Gambut

<[Air Gambut]Air Gambut>

Air gambut merupakan jenis air permukaan hasil akumulasi sisa material yang terdekomposisi tidak sempurna dan biasa terjadi pada daerah rawa atau dataran rendah. Air gambut memiliki cir-ciri seperti intensitas warna tinggi (coklat kemerahan), memiliki nilai keasamaan tinggi, kandungan zat organik tinggi, dan kandungan kation rendah (Aidah, dkk., 2018). Kualitas air
, terutama pada musim hujan dan kemarau. Keramba ini memungkinkan pemeliharaan ikan tetap berlangsung meskipun terjadi perubahan ketinggian air, serta meminimalkan risiko kekeringan atau banjir yang dapat merusak sistem budidaya (Hernandes et al., 2023; SMPEI, 2022).

Pendekatan budidaya terintegrasi, seperti kombinasi antara ikan dan tanaman pinggir kanal (misalnya keladi, serai, atau purun), memberikan manfaat ekologis dan ekonomi. Tanaman tersebut berfungsi sebagai penyangga alami yang membantu menyerap nutrien berlebih dari sisa pakan dan metabolit ikan, sekaligus menghasilkan komoditas tambahan yang bernilai jual. Sistem ini juga mendukung prinsip zero-waste dan memperkuat ketahanan pangan lokal (O’Neill et al., 2024; Adriani et al., 2024).

Manajemen pakan alami menjadi kunci dalam mencegah eutrofikasi kanal gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigGambut

<[lahan gambut]Ekosistem Gambut Primer di Laboratorium Alam CIMPTROP, Kalimantan Tengah>

Gambut merupakan material organik yang terbentuk secara alami berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada areal rawa. Secara harfiah Gambut berasal dari bahasa Banjar untuk menyebut tanah non-mineral yang berasal dari akumulasi bahan organik yang tidak terdekomposisi sempurna pada daerah depresi. Bany…
. Penggunaan pakan berbasis maggot atau pemanfaatan organisme alami seperti plankton dan detritus dapat mengurangi ketergantungan pada pakan komersial yang berisiko mencemari air. Strategi ini juga mendukung efisiensi biaya dan menjaga keseimbangan ekosistem mikro di kanal gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigGambut

<[lahan gambut]Ekosistem Gambut Primer di Laboratorium Alam CIMPTROP, Kalimantan Tengah>

Gambut merupakan material organik yang terbentuk secara alami berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada areal rawa. Secara harfiah Gambut berasal dari bahasa Banjar untuk menyebut tanah non-mineral yang berasal dari akumulasi bahan organik yang tidak terdekomposisi sempurna pada daerah depresi. Bany…
(Panigoro et al., 2024; FAO, 2021).

Untuk menjaga kualitas air dan mencegah overstocking, teknologi sederhana seperti aerasi manual, biofilter alami, dan pemantauan visual terhadap perilaku ikan dapat diterapkan oleh masyarakat. Sistem bioflok atau keramba berlapis juga mulai dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi ruang dan mengurangi limbah organik (Astuti et al., 2023; Sembiring, 2023).

Pengelolaan perikanan di lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
Indonesia tidak hanya bergantung pada kebijakan formal negara, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh hukum adat yang telah lama menjadi sistem pengaturan lokal. Hukum adat berperan penting dalam menetapkan zona tangkap tradisional, larangan musim penangkapan, dan aturan alat tangkap, yang bertujuan menjaga keberlanjutan sumber daya ikan dan ekosistem rawa gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigGambut

<[lahan gambut]Ekosistem Gambut Primer di Laboratorium Alam CIMPTROP, Kalimantan Tengah>

Gambut merupakan material organik yang terbentuk secara alami berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada areal rawa. Secara harfiah Gambut berasal dari bahasa Banjar untuk menyebut tanah non-mineral yang berasal dari akumulasi bahan organik yang tidak terdekomposisi sempurna pada daerah depresi. Bany…
. Contohnya, sistem awig-awig di Lombok Utara menunjukkan bagaimana masyarakat adat menetapkan larangan penangkapan ikan pada waktu tertentu melalui ritual sawen, yang secara efektif mengurangi praktik destruktif seperti pengeboman ikan dan memperkuat ketahanan ekosistem pesisir (Hermansyah & Gurning, 2022). Di wilayah gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigGambut

<[lahan gambut]Ekosistem Gambut Primer di Laboratorium Alam CIMPTROP, Kalimantan Tengah>

Gambut merupakan material organik yang terbentuk secara alami berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada areal rawa. Secara harfiah Gambut berasal dari bahasa Banjar untuk menyebut tanah non-mineral yang berasal dari akumulasi bahan organik yang tidak terdekomposisi sempurna pada daerah depresi. Bany…
, pendekatan serupa dapat diterapkan untuk menjaga keseimbangan antara pemanfaatan dan konservasi.

Program restorasi berbasis masyarakat, seperti yang dijalankan oleh BRGM dan didukung oleh CIFOR-ICRAF, telah menunjukkan efektivitas dalam mengintegrasikan pemulihan ekosistem gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigEkosistem Gambut

Ekosistem Gambut di Indonesia

Lahan gambut di Indonesia adalah tempat penyimpanan biodiversitas unik yang penting, mencegah intrusi air laut asin ke daerah pedalaman, dan memberikan efek pendinginan di sekitar area tersebut karena menyimpan air yang tinggi (Parish et al., 2012). Sebagian besar
dengan peningkatan kesejahteraan lokal. Melalui pendekatan Participatory Action Research (PAR), masyarakat dilibatkan dalam kegiatan seperti pembasahan kanal, revegetasi, dan pengembangan usaha perikanan berkelanjutan (Purnomo et al., 2024). Dukungan kelembagaan dan pelatihan teknik adaptif, seperti budidaya ikan toleran terhadap air asam dan manajemen pakan alami, menjadi bagian penting dari strategi ini.

Rekomendasi kebijakan mencakup pemetaan zona budidaya berbasis fungsi ekosistem, pelatihan teknik adaptif untuk menghadapi fluktuasi hidrologi gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigGambut

<[lahan gambut]Ekosistem Gambut Primer di Laboratorium Alam CIMPTROP, Kalimantan Tengah>

Gambut merupakan material organik yang terbentuk secara alami berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada areal rawa. Secara harfiah Gambut berasal dari bahasa Banjar untuk menyebut tanah non-mineral yang berasal dari akumulasi bahan organik yang tidak terdekomposisi sempurna pada daerah depresi. Bany…
, serta integrasi kegiatan perikanan dalam program ekonomi sirkular gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigGambut

<[lahan gambut]Ekosistem Gambut Primer di Laboratorium Alam CIMPTROP, Kalimantan Tengah>

Gambut merupakan material organik yang terbentuk secara alami berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada areal rawa. Secara harfiah Gambut berasal dari bahasa Banjar untuk menyebut tanah non-mineral yang berasal dari akumulasi bahan organik yang tidak terdekomposisi sempurna pada daerah depresi. Bany…
. Pendekatan ini mencakup pemanfaatan limbah organik untuk pakan alternatif (misalnya maggot), pengolahan hasil perikanan menjadi produk bernilai tambah, dan penguatan rantai pasok lokal yang ramah lingkungan (Adriani et al., 2024; Sustainaqua Indonesia, 2025).

Adesiji, R. (2014). Effects of water table fluctuations on peatland: A review. International Journal of Environmental Studies, 71(4), 1–6. https://www.academia.edu/65022019

Adriani, D., Yazid, M., Riswani, D., Damayanthy, D., Choi, E., & Yang, H. (2024). Livelihood alternatives in restored peatland areas in South Sumatra Province, Indonesia. Land, 13(5), 643. https://doi.org/10.3390/land13050643

Astuti, L. P., Warsa, A., Tjahjo, D. W. H., & Sembiring, T. (2023). Environment-friendly floating net cage culture research in Indonesia. BIO Web of Conferences, 74, 01016. https://doi.org/10.1051/bioconf/20237401016

Dasgupta, S., Siegel, D. I., Zhu, C., Chanton, J. P., & Glaser, P. H. (2015). Geochemical mixing in peatland waters: The role of organic acids. Wetlands, 35, 567–575. https://doi.org/10.1007/s13157-015-0646-2

FAO. (2021). Improved livelihoods through fish farming in blocked peatland drainage canals. Food and Agriculture Organization of the United Nations. https://openknowledge.fao.org

Gustiano, R., Prakoso, V. A., Radona, D., Dewi, R. R. S. P. S., Saputra, A., & Nurhidayat. (2021). A sustainable aquaculture model in Indonesia: Multi-biotechnical approach in Clarias farming. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 718, 012039. https://doi.org/10.1088/1755-1315/718/1/012039

Harmilia, E. D., Khotimah, K., & Nofianti, R. (2024). Optimizing the growth of pangas catfish seeds through the addition of spirulina in feed. Jurnal Lahan Suboptimal, 13(1), 1024–1035. https://doi.org/10.36706/jlso.13.1.1024.655

Hermansyah, B., & Gurning, R. O. S. (2022). Customary law in Indonesia: Do they have a role in the effort to conserve fishery resources? SENTA Maritime Logistic, 41. https://senta.its.ac.id/full_paper/6%20Maritime%20Logistic%20(VI)/SENTA_Maritime%20Logistic_41.pdf

Hernandes, W. S. S., Gilmer, A., Cassidy, J., Byers, V. (2023). Development of sustainable aquaculture in an Irishcutaway peatland: A nature-based approach. International Peatland Congress. https://peatlands.org

Listyanto, N., & Andriyanto, S. (2009). Ikan gabus (Channa striata): Manfaat pengembangan dan alternatif teknik budidayanya. Media Akuakultur, 4(1), 18–25. https://doi.org/10.15578/ma.4.1.2009.18-25

O’Neill, E. A., Jansen, M. A. K., Tiwari, B. K., Fort, A., Clifford, E., Maguire, J. A., & Rowan, N. J. (2024). Development of IMTA-based bioeconomy sites in peatlands. In Degrowth and Green Growth – Sustainable Innovation. https://doi.org/10.5772/intechopen.1007493

Page, S. E., Rieley, J. O., & Banks, C. J. (2011). Global and regional importance of the tropical peatland carbon pool. Global Change Biology, 17(2), 798–818. https://doi.org/10.1111/j.1365-2486.2010.02279.x

Panigoro, N., Kurniasih, T., Ediwarman, E., Wahyudin, Y., Lesmana, D., Sutisna, E., Pantjara, B., Purba, Y. R., Saptana, S., Ermiati, E., Zulham, A., Lestari, N., & Dody, S. (2024). Optimizing red tilapia aquaculture in peatlands: Evaluating dietary methionine and lysine. AACL Bioflux, 17(5), 2792–2804. https://bioflux.com.ro

Pezdir, V., Serianz, L., & Gosar, M. (2024). Evaluating mineral matter dynamics within the peatland as reflected in water composition. Sustainability, 16(11), 4857. https://doi.org/10.3390/su16114857

Purnomo, H., Puspitaloka, D., Okarda, B., Andrianto, A., Qomar, N., Sutikno, S., Muhammad, A., Basuki, I., Jalil, A., Yesi, Y., Prasetyo, P., Tarsono, T., Zulkardi, Z., Kusumadewi, S. D., Komarudin, H., Dermawan, A., & Brady, M. A. (2024). Community-based fire prevention and peatland restoration in Indonesia: A participatory action research approach. Environmental Development, 50, 100971. https://doi.org/10.1016/j.envdev.2024.100971

Sustainaqua Indonesia. (2025). Aquaculture development program at peat restoration locations in collaboration with Sustainaqua Indonesia Foundation and the Peat and Mangrove Restoration Agency. https://sustainaquaindonesia.org/en/2025/06/04/aquaculture-development-program-at-peat-restoration-locations-in-collaboration-with-sustainaqua-indonesia-foundation-and-the-peat-and-mangrove-restoration-agency/

Urban, N. R., & Bayley, S. E. (1986). The acid-base balance of peatlands: A short-term perspective. In Water, Air, and Soil Pollution, 30, 791–800. https://doi.org/10.1007/978-94-009-3385-9_82

Wösten, J. H. M., Clymans, E., Page, S. E., Rieley, J. O., & Limin, S. H. (2008). Peat–water inter-relationships in a tropical peatland ecosystem in Southeast Asia. International Peat Congress Proceedings, 13, 285–288. https://peatlands.org/assets/uploads/2019/06/ipc2008p285-288-wosten-peat-water-inter-relationships-in-a-tropical-peatland-ecosystem.pdf

Yang, G., Zhang, Y., & Huang, X. (2025). Fluctuations of water table level in a subtropical peatland, Central China. Journal of Earth Science, 36, 441–449. https://doi.org/10.1007/s12583-022-1752-8

Zimmer, M., Schrader, K., & Suantika, G. (2021). Aquaculture research in Indonesia: How sustainable is the production of shrimps and crabs? Leibniz Centre for Tropical Marine Research. https://www.leibniz-zmt.de/en/news-at-zmt/news/news-archive/aquaculture-research-in-indonesia-how-sustainable-is-the-production-of-shrimps-and-crabs.html

  • perikanan_di_ekosistem_gambut.txt
  • Last modified: 2025/07/16 06:29
  • by Jihan Sarotama