This is an old revision of the document!


Ikan Tembakul

Nama umum: Ikan Tembakul / Glodok / Mudskipper

mudskipper.jpg
Fig. 1: Ikan Tembakul

_PARATABLE_INS_Tingkatan Taksonomi |_PARATABLE_INS_Nama Takson
_PARATABLE_INS_Kerajaan |_PARATABLE_INS_Animalia
_PARATABLE_INS_Filum |_PARATABLE_INS_Chordata
_PARATABLE_INS_Kelas |_PARATABLE_INS_Actinopterygii
_PARATABLE_INS_Ordo |_PARATABLE_INS_Gobiiformes
_PARATABLE_INS_Famili |_PARATABLE_INS_Oxudercidae
_PARATABLE_INS_Genus |_PARATABLE_INS_Periophthalmus
_PARATABLE_INS_Spesies |_PARATABLE_INS_Periophthalmus variabilis

Ikan tembakul atau glodok (Periophthalmus variabilis) merupakan spesies mudskipper yang tersebar luas di kawasan tropis Indo-Pasifik, khususnya di wilayah pesisir dan estuari yang didominasi oleh hutan mangrove. Persebarannya mencakup negara-negara seperti Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia, dengan catatan spesifik di Sumatera, Kalimantan, Papua, dan Maluku (Jaafar et al., 2009; Polgar, 2014). Di Indonesia, keberadaan P. variabilis telah tercatat di Belawan (Sumatera Utara), Pulau Tebing Tinggi (Riau), dan Sugihan Estuary (Sumatera Selatanplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigSumatera Selatan

Sumatera Selatan atau sering disebut sebagai Bumi Sriwijaya, memiliki Ibu Kota Provinsi Palembang yang juga dijuluki sebagai Venice of The East (Venesia dari timur) oleh bangsa Eropa merupakan salah satu kota tertua di Indonesia yang sudah ada sejak 1.335 tahun yang lalu. Dalam perjalanannya, Provinsi Sumatera Selatan saat ini tengah gencar melakukan pembangunan infrastruktur, terutama melalui perencanaan Kawasan Ekonomi Khusus Pelabuhan Tanjung Api-Api di
), yang menjadi lokasi penemuan pertama spesies ini di daratan Sumatera bagian selatan (Setiawan et al., 2019). Habitat alaminya adalah zona intertidal berlumpur dan kawasan mangrove, di mana ikan ini beradaptasi dengan baik terhadap fluktuasi pasang surut dan kadar salinitas.

Karena kemampuannya hidup di lingkungan ekstrem dan sensitivitas terhadap perubahan kualitas habitat, P. variabilis sering digunakan sebagai indikator biologis kesehatan ekosistem mangrove. Keberadaannya mencerminkan kondisi lingkungan yang relatif stabil dan minim pencemaran, sehingga menjadi fokus dalam studi biodiversitas dan konservasi pesisir (Baderan et al., 2023). Persebaran yang luas dan kemampuan adaptasi tinggi menjadikan ikan tembakul sebagai komponen penting dalam rantai makanan dan dinamika ekosistem pesisir tropis.

Ikan tembakul atau glodok (Periophthalmus variabilis) merupakan spesies yang sangat khas dari zona intertidal tropis, terutama di kawasan mangrove, rawa berlumpur, dan muara sungai. Habitat ini menyediakan substrat berlumpur yang kaya nutrisi, serta struktur akar mangrove yang kompleks sebagai tempat berlindung dan bertengger. Tembakul memiliki kemampuan unik untuk hidup di dua medium yaitu air dan darat, berkat adaptasi fisiologis seperti retensi air di rongga insang dan respirasi kulit. Saat air surut, ikan ini dapat berjalan atau melompat di atas lumpur menggunakan sirip dadanya yang kuat, memungkinkan eksplorasi area terbuka untuk mencari makanan atau mempertahankan wilayah. Mereka sering terlihat bertengger di akar mangrove, batang pohon, atau lumpur terbuka, menunjukkan perilaku teritorial dan sosial yang kompleks. Habitat intertidal yang dinamis ini menuntut kemampuan adaptasi tinggi terhadap fluktuasi salinitas, suhu, dan kadar oksigen, menjadikan ikan tembakul sebagai indikator ekologis penting dalam studi kesehatan ekosistem pesisir dan mangrove (Polgar, 2014; Mahadevan, 2015; Baderan et al., 2023).

Ikan tembakul atau glodok (Periophthalmus variabilis) menunjukkan serangkaian adaptasi unik yang memungkinkan mereka bertahan hidup di lingkungan intertidal yang ekstrem. Salah satu kemampuan paling menonjol adalah pernapasan kutaneus, yaitu bernapas melalui kulit dan selaput lendir di rongga mulut serta faring, yang memungkinkan mereka menyerap oksigen langsung dari udara saat berada di darat (Polgar, 2014; Mahadevan, 2015). Adaptasi ini sangat penting karena kadar oksigen di air berlumpur sering kali rendah, dan ikan tembakul menghabiskan sebagian besar waktunya di luar air. Selain itu, mereka memiliki mata besar yang menonjol ke atas kepala, memberikan sudut pandang luas untuk mengamati lingkungan sekitar, termasuk predator dan kompetitor. Posisi mata ini juga memungkinkan mereka tetap waspada saat sebagian tubuhnya berada di dalam lumpur atau air dangkal. Yang paling menarik, ikan tembakul memiliki kemampuan untuk berkedip, sebuah perilaku yang sangat langka di antara ikan. Mereka berkedip dengan cara menarik bola mata ke dalam rongga mata, lalu menutupnya dengan membran dermal cup, mirip dengan kelopak mata pada hewan darat. Studi terbaru menunjukkan bahwa perilaku berkedip ini berfungsi untuk melindungi, membersihkan, dan melembapkan mata, dan diyakini sebagai adaptasi penting dalam transisi evolusioner dari air ke darat (Aiello et al., 2023; Mongabay, 2023).

Merupakan spesies omnivora yang memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem mangrove. Dalam habitat berlumpur dan intertidal, ikan ini mengonsumsi berbagai jenis makanan seperti mikroorganisme, alga, serangga kecil, nematoda, polychaeta, dan detritus organik yang berasal dari sisa tumbuhan dan hewan (Bob-Manuel, 2011; Dewiyanti & Salsabilla, 2024). Pola makan yang fleksibel ini memungkinkan tembakul berperan sebagai pengurai tingkat pertama, membantu menguraikan bahan organik dan mempercepat siklus nutrien di zona akar mangrove. Dengan memakan detritus dan organisme bentik, tembakul turut menjaga kualitas substrat dan mencegah akumulasi bahan organik berlebih yang dapat menurunkan kadar oksigen. Selain itu, aktivitasnya di permukaan lumpur dan akar mangrove juga membantu aerasi tanah dan memperkuat struktur mikrohabitat bagi spesies lain. Sebagai bagian dari rantai makanan, tembakul menjadi mangsa penting bagi burung air, reptil, dan ikan predator, menjadikannya komponen kunci dalam dinamika energi dan biodiversitas pesisir. (Polgar, 2014; Baderan et al., 2023).

Dalam berbagai budaya pesisir di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, ikan tembakul atau glodok (Periophthalmus variabilis) memiliki nilai budaya dan pengetahuan lokal yang cukup unik. Di beberapa komunitas, ikan ini dipercaya memiliki manfaat kesehatan, seperti meningkatkan vitalitas pria dan membantu pemulihan ibu hamil pasca melahirkan, meskipun klaim ini masih bersifat empiris dan belum banyak diteliti secara medis (Polgar & Lim, 2011). Kandungan protein tinggi dan kemampuan hidup di lingkungan ekstrem membuatnya dianggap sebagai sumber pangan yang “tangguh” dan bergizi.

Selain itu, perilakunya yang “semi-darat” dapat berjalan di lumpur dan bertengger di akar mangrove menjadikannya objek edukatif populer dalam program konservasi dan pendidikan lingkungan. Di beberapa daerah pesisir, tembakul digunakan sebagai simbol konservasi mangrove, karena keberadaannya mencerminkan ekosistem yang sehat dan minim pencemaran (Rani, 2020; Polgar, 2009).

Program edukasi seperti “Sekolah Mangrove” di Malaysia dan Indonesia sering menggunakan tembakul sebagai contoh nyata adaptasi evolusioner dan pentingnya menjaga habitat pesisir.

Status populasi ikan tembakul (Periophthalmus variabilis) dan spesies mudskipper lainnya di Indonesia belum sepenuhnya terdata secara komprehensif dalam IUCN Red List, karena klasifikasi konservasi masih bergantung pada spesies masing-masing. Beberapa spesies seperti Periophthalmus argentilineatus telah dinyatakan berstatus Least Concern karena persebarannya luas dan belum ditemukan ancaman besar secara global. Namun, spesies lain seperti Great Blue Spotted Mudskipper di Jepang telah masuk kategori Vulnerable, menunjukkan bahwa ancaman terhadap mudskipper bisa bersifat lokal dan spesifik. Di Indonesia, mudskipper menghadapi tekanan serius akibat konversi habitat mangrove, pencemaran air, dan penangkapan berlebihan, terutama di wilayah pesisir yang mengalami alih fungsi lahan dan degradasi ekosistem (Setiawan et al., 2019). Meskipun belum masuk daftar spesies yang dilindungi secara nasional, mudskipper masih dimanfaatkan oleh masyarakat lokal sebagai sumber pangan dan obat tradisional, terutama karena kandungan proteinnya yang tinggi dan kepercayaan terhadap manfaat kesehatan seperti peningkatan vitalitas (Polgar & Lim, 2011).

Aiello, B. R., Bhamla, M. S., Gau, J., Morris, J. G. L., Bomar, K., da Cunha, S., … & Stewart, T. A. (2023). The origin of blinking in both mudskippers and tetrapods is linked to life on land. Proceedings of the National Academy of Sciences, 120(18), e2220404120. https://doi.org/10.1073/pnas.2220404120

Baderan, D. W. K., Aydalina, R. V., & Hamidun, M. S. (2023). Morphological characteristics and biodiversity of mudskipper fish (Periophthalmus: Gobiidae) in mangrove ecosystem of coastal Bay of Tomini, Gorontalo Province, Indonesia. Biodiversitas, 24(1), 498–507. https://doi.org/10.13057/biodiv/d240158

Bob-Manuel, F. G. (2011). Food and feeding ecology of the mudskipper Periophthalmus koelreuteri (Pallas) in Rumuolumeni Creek, Niger Delta, Nigeria. Agriculture and Biology Journal of North America, 2(6), 897–901. https://doi.org/10.5251/abjna.2011.2.6.897.901

Dewiyanti, I., & Salsabilla, S. (2024). Feeding habits of mudskipper fish (Priopthalmus argentiliniatus) in the mangrove ecosystem on the Northern Coast of Aceh. Marine Biology Laboratory, Universitas Syiah Kuala.

Jaafar, Z., Perrig, M., & Chou, L. M. (2009). Periophthalmus variabilis (Teleostei: Gobiidae: Oxudercinae), a valid species of mudskipper, and a re-diagnosis of Periophthalmus novemradiatus. Zoological Science, 26(5), 309–314. https://doi.org/10.2108/zsj.26.309

Polgar, G. (2014). Ecological and evolutionary significance of amphibious lifestyle in mudskippers (Oxudercinae: Gobiidae). Journal of Fish Biology, 84(3), 639–672. https://doi.org/10.1111/jfb.12320

Polgar, G. (2009). Species-area relationship and potential role as a biomonitor of mangrove communities of Malayan mudskippers. Wetlands Ecology and Management, 17, 157–164. https://doi.org/10.1007/s11273-008-9090-x

Polgar, G., & Lim, R. (2011). Mudskippers: Human use, ecotoxicology and biomonitoring of mangrove and other soft bottom intertidal ecosystems. In Mangroves: Ecology, Biology and Taxonomy (pp. 51–86). Nova Science Publishers.

Polgar, G., & Lim, R. (2011). Mudskippers: Human use, ecotoxicology and biomonitoring of mangrove and other soft bottom intertidal ecosystems. In Mangroves: Ecology, Biology and Taxonomy (pp. 51–86). Nova Science Publishers.

Setiawan, A., Iqbal, M., Priscillia, B., Pormansyah, & Yustian, I. (2019). First record of dusky-gilled mudskipper Periophthalmus variabilis Eggert, 1935 in southern Sumatra, Indonesia. Ecologica Montenegrina, 24, 11–16. https://doi.org/10.37828/em.2019.24.2

Baderan, D. W. K., Aydalina, R. V., & Hamidun, M. S. (2023). Morphological characteristics and biodiversity of mudskipper fish (Periophthalmus: Gobiidae) in mangrove ecosystem of coastal Bay of Tomini, Gorontalo Province, Indonesia. Biodiversitas, 24(1), 498–507. https://doi.org/10.13057/biodiv/d240158

Mahadevan, G. (2015). Distribution of mudskippers in the mudflats of Muthupet, Southeast coast of India. International Journal of Fisheries and Aquatic Studies, 3(2), 268–272.

Mongabay. (2023, April 25). Blinking fish sheds light on how vertebrates adapted to life on land. Retrieved July 10, 2025, from https://news.mongabay.com

Larson, H. (2019). Periophthalmus argentilineatus. The IUCN Red List of Threatened Species 2019: e.T196348A2448210. https://doi.org/10.2305/IUCN.UK.2019-1.RLTS.T196348A2448210.en

Setiawan, A., Iqbal, M., Priscillia, B., Pormansyah, & Yustian, I. (2019). First record of dusky-gilled mudskipper Periophthalmus variabilis Eggert, 1935 in southern Sumatra, Indonesia. Ecologica Montenegrina, 24, 11–16. https://doi.org/10.37828/em.2019.24.2

Asahi Shimbun. (2025, May 12). Great Blue Spotted Mudskipper now under threat. Retrieved July 10, 2025, from Great Blue Spotted Mudskipper now under threat

  • satwa/ikan_tembakul.1752640606.txt.gz
  • Last modified: 2025/07/16 04:36
  • by Jihan Sarotama