bincang_gambut_kalimantan_barat_seri_11_peran_lahan_dalam_ketahanan_pangan

Bincang Gambut Seri-11 : Peran Lahan Gambut dalam Ketahanan Pangan

Bagian ini merupakan resume dari kegiatan, materi presentasi masing-masing narasumber dapat diakses pada bagian webinar.

1. Ranking Global Ketahanan Pangan Indonesia mengalami fluktuasi selama periode 2014-2022. Peringkat tertinggi dicapai pada tahun 2018 di peringkat 62. 2. Pada tahun 2022, skor Global Food Security Index (GFSI) Indonesia mencapai 60.2, lebih rendah dari rata-rata global (62.2) dan rata-rata Asia-Pasifik (63.4). 3. Rendahnya ranking GFSI Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: Ketersediaan Pangan: Produksi pangan domestik masih belum mencukupi kebutuhan, sehingga Indonesia masih harus mengimpor bahan pangan. Keterjangkauan Pangan: Harga pangan di Indonesia masih relatif tinggi, sehingga masyarakat miskin dan rentan kesulitan untuk mengakses pangan yang cukup dan bergizi. Kualitas dan Keamanan Pangan: Masih terdapat masalah kualitas dan keamanan pangan di Indonesia, seperti residu pestisida, pencemaran bahan pangan, dan penyakit bawaan makanan. Data sensus tani di Indonesia menunjukkan kecenderungan data yang signifikan, seperti: * Peningkatan luas panen padi Peningkatan produksi padi Peningkatan produktivitas padi Peningkatan keragaman tanaman pangan


Penggunaan Lahan: 1. Jumlah rumah tangga yang terlibat dalam aktivitas pertanian (RTUP Pengguna Lahan) meningkat dari 26,14 juta pada tahun 2013 menjadi 28,42 juta pada tahun 2023. 2. Proporsi petani kecil (Petani Kecil) tetap tinggi, dengan variasi signifikan antar wilayah. 3. Jumlah rumah tangga yang menggarap lahan sempit (<0,5 ha) berfluktuasi dari waktu ke waktu, menurun dari 63,5% pada tahun 2003 menjadi 55,3% pada tahun 2013 dan kemudian naik menjadi 62,05% pada tahun 2023.


Usaha Pertanian: 1. Jumlah Usaha Tanaman Pertanian (UTP) perorangan menurun dari 31,71 juta pada tahun 2013 menjadi 29,34 juta pada tahun 2023. Produksi Tanaman Pangan: 1. Terdapat peningkatan nyata dalam luas panen dan prouksi padi, menunjukkan tren positif dalam produksi padi domestik. 2. Produktivitas budidaya padi juga menunjukkan peningkatan. 3. Keanekaragaman tanaman pangan meningkat, menunjukkan upaya untuk meningkatkan ketahanan pertanian. Implikasi: 1. Meningkatnya jumlah rumah tangga yang terlibat dalam pertanian menyoroti pentingnya mendukung petani kecil dan memastikan akses mereka terhadap sumber daya dan pasar. 2. Penurunan jumlah UTP mungkin mencerminkan perubahan struktural dalam sektor pertanian, yang memerlukan analisis lebih lanjut dan intervensi terarah. 3. Tren positif dalam produksi dan produktivitas padi menggembirakan, tetapi upaya terus-menerus diperlukan untuk mencapai swasembada dan meningkatkan ketahanan pangan. 4. Perluasan keragaman tanaman pangan merupakan langkah positif untuk membangun sistem pertanian yang lebih tangguh dan berkelanjutan.

Sensus Pertanian:

1. Meningkatnya jumlah rumah tangga yang terlibat dalam pertanian menunjukkan peran penting sektor ini dalam mata pencaharian dan ekonomi pedesaan. 2. Dominasi petani kecil dan perluasan lahan sempit menyoroti kebutuhan untuk mendukung petani kecil dan meningkatkan efisiensi penggunaan lahan. 3. Tren positif dalam produksi dan produktivitas padi menunjukkan kemajuan dalam swasembada padi, tetapi upaya berkelanjutan diperlukan untuk mencapai ketahanan pangan yang lebih kuat. 4. Diversifikasi tanaman pangan merupakan langkah positif untuk meningkatkan ketahanan dan keberlanjutan pertanian.


Neraca Dagang Pertanian: 1. Defisit perdagangan pertanian yang konsisten menunjukkan ketergantungan Indonesia pada impor, yang berpotensi mempengaruhi ketahanan pangan dan stabilitas harga. 2. Peningkatan ekspor dan impor mencerminkan pertumbuhan sektor pertanian dan partisipasi Indonesia dalam perdagangan global. 3. Pergeseran komoditas ekspor dan impor menunjukkan peningkatan nilai tambah dan memenuhi kebutuhan domestik yang berubah. Implikasi: Ketahanan Pangan: * Dukungan untuk petani kecil, peningkatan produktivitas, dan diversifikasi tanaman pangan sangat penting untuk mencapai ketahanan pangan dan kemandirian. dan Pengelolaan impor yang hati-hati dan pengembangan rantai pasokan domestik yang kuat diperlukan untuk memastikan stabilitas harga dan akses pangan yang terjangkau. Pembangunan Pertanian: * Investasi dalam penelitian, pengembangan, dan infrastruktur penting untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan daya saing pertanian. Kebijakan yang mendukung pertanian berkelanjutan, konservasi sumber daya alam, dan adaptasi perubahan iklim sangat penting untuk keberlanjutan jangka panjang. Perdagangan Global: * Peningkatan nilai tambah, diversifikasi produk, dan penguatan promosi perdagangan dapat meningkatkan ekspor pertanian dan pendapatan devisa. Negosiasi perdagangan internasional yang strategis dan partisipasi aktif dalam rantai nilai global dapat memperluas akses pasar dan peluang bagi produk pertanian Indonesia.


Ekspor: Tabel menunjukkan total nilai ekspor pangan pokok untuk setiap tahun, mulai dari 48.805 di tahun 2002 hingga 54.475.384.430 di tahun 2023. Tabel ini juga memerinci nilai ekspor berdasarkan kelompok komoditas tertentu, termasuk: Padi: Padi merupakan ekspor pangan pokok terpenting bagi Indonesia, dengan porsi signifikan dari total nilai ekspor. Jagung: Jagung adalah tanaman ekspor penting lainnya, terutama digunakan sebagai pakan ternak. Kedelai: Kedelai diekspor untuk kandungan minyak dan proteinnya. Pangan Pokok Lainnya: Kategori ini mencakup berbagai pangan pokok lainnya, seperti singkong, ubi jalar, dan buah-buahan.


Impor: Tabel menunjukkan total nilai impor pangan pokok untuk setiap tahun, mulai dari 890.199.986.322 di tahun 2002 hingga 12.659.361.257.215 di tahun 2023. Tabel ini juga memerinci nilai impor berdasarkan kelompok komoditas tertentu, termasuk: * Padi: Indonesia mengimpor padi untuk melengkapi produksi dalam negeri dan memenuhi permintaan yang meningkat terhadap makanan pokok ini. Gandum: Gandum diimpor untuk produksi roti dan produk berbahan tepung terigu lainnya. Kedelai: Kedelai diimpor untuk kandungan minyak dan proteinnya, terutama digunakan dalam produksi pakan ternak. Pangan Pokok Lainnya: Kategori ini mencakup berbagai pangan pokok lainnya, seperti jagung, gula, dan minyak.


Pengamatan: Pembangunan Food Estate di Indonesia berjalan lambat sejak tahun 2020. Total luas lahan yang dialokasikan untuk proyek Food Estate meningkat dari waktu ke waktu, tetapi luas tanam masih tertinggal. Produksi dari Food Estate juga masih terbatas, mencerminkan tantangan dalam pengembangan dan pengelolaan proyek pertanian skala besar ini. Implikasi: Program Food Estate berpotensi meningkatkan produksi pertanian Indonesia dan berkontribusi pada ketahanan pangan. Akan tetapi, lambatnya kemajuan pembangunan Food Estate dan produksi yang masih terbatas menimbulkan kekhawatiran tentang kelayakan program ini. Evaluasi yang cermat terhadap tantangan dan peluang terkait Food Estate diperlukan untuk menentukan keberhasilan jangka panjang mereka.


Pertimbangan Tambahan: Data yang disajikan dalam gambar ini memberikan gambaran sekilas tentang pembangunan Food Estate di Indonesia. Namun, penting untuk mempertimbangkan faktor-faktor lain, seperti dampak lingkungan, implikasi sosial, dan kelayakan ekonomi, untuk mendapatkan pemahaman yang lebih menyeluruh tentang potensi dan tantangan program ini. Efektivitas pengembangan Food Estate akan tergantung pada penanganan faktor-faktor seperti masalah kepemilikan tanah, pembangunan infrastruktur, akses pembiayaan, dan adopsi praktik pertanian berkelanjutan. Pemantauan dan evaluasi proyek Food Estate secara berkelanjutan sangat penting untuk mengidentifikasi praktik terbaik, mengatasi tantangan, dan memastikan program ini mencapai tujuan yang diinginkan.


Kesimpulan: Program Food Estate di Indonesia berpotensi berkontribusi pada ketahanan pangan dan pembangunan pertanian nasional. Namun, lambatnya kemajuan dan terbatasnya produksi sejauh ini menyoroti perlunya perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang cermat untuk memastikan keberhasilan dan keberlanjutan program. Dengan mengatasi tantangan dan memanfaatkan peluang yang dihadirkan oleh Food Estate, Indonesia dapat meningkatkan produktivitas pertanian dan berkontribusi pada sistem pangan yang lebih tangguh dan berkelanjutan.




Dalam diagram yang merangkum komponen-komponen proyek Peat IMPACTS. Proyek ini merupakan inisiatif multidisiplin yang bertujuan untuk mendorong pengelolaan lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
berkelanjutan di Indonesia. Diagram tersebut menyoroti komponen kunci proyek berikut:


1. WP3: Percontohan dan pengembangan kapasitas untuk pengelolaan dan rehabilitasi lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
(Tingkat Lokasi)
Komponen ini berfokus pada uji coba dan implementasi praktik terbaik untuk pengelolaan dan rehabilitasi lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
di tingkat lokasi.
Kegiatannya meliputi: Membangun plot demonstrasi untuk menampilkan praktik pengelolaan lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
berkelanjutan.
Memberikan pelatihan dan pengembangan kapasitas untuk masyarakat lokal tentang pengelolaan lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
berkelanjutan.
Mendukung pengembangan rencana pengelolaan lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
berbasis masyarakat.


2. WP2: Integrasi pengelolaan dan restorasi lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
ke dalam pembangunan dan tata ruang (Tingkat Kabupaten)
Komponen ini bertujuan untuk mengintegrasikan pertimbangan pengelolaan dan restorasi lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
ke dalam pembangunan dan tata ruang tingkat kabupaten.
Kegiatannya meliputi: Melakukan penilaian terhadap distribusi dan kondisi lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
.
Mengembangkan rencana pengelolaan dan restorasi lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
yang terintegrasi dengan rencana pembangunan daerah kabupaten.
Memberikan pelatihan dan pengembangan kapasitas untuk pejabat daerah tentang pengelolaan dan restorasi lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
.


3. WP4: Pendekatan lanskap untuk intervensi kebijakan (Tingkat Provinsi) Komponen ini berfokus pada pengembangan dan implementasi pendekatan lanskap untuk intervensi kebijakan terkait pengelolaan lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
di tingkat provinsi.
Kegiatannya meliputi: Melakukan penilaian skala lanskap terhadap isu dan tantangan lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
.
Mengembangkan rekomendasi kebijakan untuk pengelolaan lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
berkelanjutan.
Mendukung pelaksanaan kebijakan dan peraturan terkait lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
.


4. WP5: Kapasitas penghitungan emisi gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigGambut

<[lahan gambut]Ekosistem Gambut Primer di Laboratorium Alam CIMPTROP, Kalimantan Tengah>

Gambut merupakan material organik yang terbentuk secara alami berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada areal rawa. Secara harfiah Gambut berasal dari bahasa Banjar untuk menyebut tanah non-mineral yang berasal dari akumulasi bahan organik yang tidak terdekomposisi sempurna pada daerah depresi. Bany…
(Tingkat Nasional)
Komponen ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas penghitungan emisi lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
di tingkat nasional.
Kegiatannya meliputi: Mengembangkan dan menyempurnakan metodologi penghitungan emisi gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigGambut

<[lahan gambut]Ekosistem Gambut Primer di Laboratorium Alam CIMPTROP, Kalimantan Tengah>

Gambut merupakan material organik yang terbentuk secara alami berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada areal rawa. Secara harfiah Gambut berasal dari bahasa Banjar untuk menyebut tanah non-mineral yang berasal dari akumulasi bahan organik yang tidak terdekomposisi sempurna pada daerah depresi. Bany…
.
Memberikan pelatihan dan pengembangan kapasitas untuk lembaga nasional tentang penghitungan emisi gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigGambut

<[lahan gambut]Ekosistem Gambut Primer di Laboratorium Alam CIMPTROP, Kalimantan Tengah>

Gambut merupakan material organik yang terbentuk secara alami berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada areal rawa. Secara harfiah Gambut berasal dari bahasa Banjar untuk menyebut tanah non-mineral yang berasal dari akumulasi bahan organik yang tidak terdekomposisi sempurna pada daerah depresi. Bany…
.
Mendukung pengembangan inventarisasi emisi gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigGambut

<[lahan gambut]Ekosistem Gambut Primer di Laboratorium Alam CIMPTROP, Kalimantan Tengah>

Gambut merupakan material organik yang terbentuk secara alami berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada areal rawa. Secara harfiah Gambut berasal dari bahasa Banjar untuk menyebut tanah non-mineral yang berasal dari akumulasi bahan organik yang tidak terdekomposisi sempurna pada daerah depresi. Bany…
nasional.


5. WP6: Pendekatan dan koordinasi pengelolaan lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
(Tingkat Nasional)
Komponen ini berfokus pada promosi pendekatan terkoordinasi untuk pengelolaan lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
di tingkat nasional.
Kegiatannya meliputi: Membentuk forum koordinasi pengelolaan lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
nasional.
Mengembangkan strategi dan pedoman pengelolaan lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
nasional.
Memfasilitasi kolaborasi antara para pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengelolaan lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
.


Tujuan Keseluruhan Proyek Peat IMPACTS: Berkontribusi pada pengelolaan lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
berkelanjutan di Indonesia.
Mengurangi emisi gas rumah kaca dari lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
.
Meningkatkan penghidupan dan kesejahteraan masyarakat yang bergantung pada lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
.
Memperkuat tata kelola dan kerangka kelembagaan untuk pengelolaan lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
.


Harapan Hasil Proyek Peat IMPACTS: Pengetahuan dan pemahaman yang meningkat tentang praktik pengelolaan dan restorasi lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
.
Peningkatan kapasitas untuk penghitungan dan pemantauan emisi gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigGambut

<[lahan gambut]Ekosistem Gambut Primer di Laboratorium Alam CIMPTROP, Kalimantan Tengah>

Gambut merupakan material organik yang terbentuk secara alami berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada areal rawa. Secara harfiah Gambut berasal dari bahasa Banjar untuk menyebut tanah non-mineral yang berasal dari akumulasi bahan organik yang tidak terdekomposisi sempurna pada daerah depresi. Bany…
.
Kebijakan dan peraturan yang diperkuat untuk pengelolaan lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
berkelanjutan.
Peningkatan penerapan praktik pengelolaan lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
berkelanjutan.
Pengurangan emisi gas rumah kaca dari lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
.
Peningkatan penghidupan dan kesejahteraan masyarakat yang bergantung pada lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
.


Kesimpulan: Proyek Peat IMPACTS adalah inisiatif komprehensif yang bertujuan untuk mengatasi tantangan kompleks dalam pengelolaan lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
berkelanjutan di Indonesia. Dengan menggabungkan penelitian, pengembangan kapasitas, intervensi kebijakan, dan pendekatan lanskap, proyek ini berpotensi memberikan kontribusi signifikan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, meningkatkan mata pencaharian, dan melestarikan ekosistem lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
untuk generasi mendatang.


Level Desa: Verifikasi hasil ALLIR Melakukan verifikasi hasil Analisis Lahan dan Lanskap Gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigGambut

<[lahan gambut]Ekosistem Gambut Primer di Laboratorium Alam CIMPTROP, Kalimantan Tengah>

Gambut merupakan material organik yang terbentuk secara alami berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada areal rawa. Secara harfiah Gambut berasal dari bahasa Banjar untuk menyebut tanah non-mineral yang berasal dari akumulasi bahan organik yang tidak terdekomposisi sempurna pada daerah depresi. Bany…
(ALLIR) untuk memastikan data yang digunakan akurat dan sesuai dengan kondisi di lapangan.
Pengembangan model bisnis secara partisipatif Melakukan pengembangan model bisnis secara partisipatif dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan di tingkat desa, seperti petani, kelompok tani, pemerintah desa, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Model bisnis yang dikembangkan harus sesuai dengan kondisi dan kebutuhan di tingkat desa, serta mempertimbangkan aspek keberlanjutan lingkungan, sosial, dan ekonomi. Membentuk kelompok kerja desa Membentuk kelompok kerja desa untuk membantu dalam proses implementasi model bisnis yang telah dipilih. Kelompok kerja desa harus terdiri dari perwakilan berbagai pemangku kepentingan di tingkat desa. Menyusun prinsip, kriteria, dan indikator keberhasilan Menyusun prinsip, kriteria, dan indikator keberhasilan untuk memantau dan mengevaluasi efektivitas pelaksanaan model bisnis. Prinsip, kriteria, dan indikator keberhasilan harus sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai melalui implementasi model bisnis. Menyusun rencana kerja Menyusun rencana kerja yang memuat tahapan, waktu, dan sumber daya yang dibutuhkan untuk implementasi model bisnis. Rencana kerja harus terukur, realistis, dan dapat dicapai. Menjalankan model bisnis terpilih Melaksanakan model bisnis yang telah dipilih sesuai dengan rencana kerja yang telah disusun. Pemantauan dan evaluasi harus dilakukan secara berkala untuk memastikan bahwa model bisnis berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Monitoring dan evaluasi peningkatan kapasitas petani Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap peningkatan kapasitas petani dalam mengelola dan merestorasi lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
secara berkelanjutan.
Hasil monitoring dan evaluasi harus digunakan untuk memperbaiki dan meningkatkan program peningkatan kapasitas petani.


Level Pemerintah Daerah: Membahas dengan pemerintah daerah kabupaten mengenai rencana pengembangan model bisnis Melakukan pembahasan dengan pemerintah daerah kabupaten mengenai rencana pengembangan model bisnis di tingkat desa. Pembahasan ini dimaksudkan untuk mendapatkan dukungan dan komitmen dari pemerintah daerah kabupaten terhadap implementasi model bisnis. Membentuk nota kesepakatan kesediaan terlibat dalam kegiatan pengembangan model bisnis Membentuk nota kesepakatan kesediaan terlibat dalam kegiatan pengembangan model bisnis dengan pemerintah daerah kabupaten. Nota kesepakatan ini memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan model bisnis. Konsultasi dengan pakar Melakukan konsultasi dengan pakar di bidang pengelolaan dan restorasi lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
untuk mendapatkan masukan dan saran dalam pengembangan model bisnis.
Memfinalisasi model bisnis terpilih dan mengembangkan monitoring dan evaluasi Memfinalisasi model bisnis terpilih dan mengembangkan sistem monitoring dan evaluasi untuk memantau dan mengevaluasi efektivitas pelaksanaan model bisnis. Membangun visi, misi, dan menyusun rencana kerja dari model bisnis terpilih Membangun visi, misi, dan menyusun rencana kerja dari model bisnis terpilih. Visi, misi, dan rencana kerja ini harus sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai melalui implementasi model bisnis. Membentuk Tim Kerja Bersama tingkat kabupaten dengan SK Bupati Membentuk Tim Kerja Bersama tingkat kabupaten dengan SK Bupati untuk membantu dalam proses implementasi model bisnis di tingkat desa. Tim Kerja Bersama ini harus terdiri dari perwakilan berbagai pemangku kepentingan di tingkat kabupaten. Menjalankan model bisnis terpilih: pelatihan, pengembangan budidaya, pemasaran, kelembagaan Melaksanakan model bisnis yang telah dipilih di tingkat kabupaten, termasuk pelatihan, pengembangan budidaya, pemasaran, dan kelembagaan. Pemantauan dan evaluasi harus dilakukan secara berkala untuk memastikan bahwa model bisnis berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Membangun perjanjian kerja sama pengembangan model bisnis terpilih Membangun perjanjian kerja sama pengembangan model bisnis terpilih dengan berbagai pihak, seperti lembaga penelitian, perguruan tinggi, dan sektor swasta. Perjanjian kerja sama ini dimaksudkan untuk meningkatkan sinergi dan kolaborasi dalam pengembangan dan implementasi model bisnis.


Model Bisnis: Kolom ini berisi nama model bisnis yang diterapkan di desa pilot. Model bisnis yang diterapkan di 12 desa pilot adalah: Agro-silvo-fishery Budidaya kelulut Pertanian regeneratif (ramah lingkungan) Agroforestri karet Agroforestri kelapa sawit Agroforestri non palatabilitas bagi gajahplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigGajah

[Nasib Gajah Sumatera di Tengah Rusaknya Lahan Gambut Air Sugihan - Mongabay.co.id : Mongabay.co.id]



Lahan gambut merupakan salah satu ekosistem yang unik dan penting di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Ekosistem ini ditandai oleh adanya lapisan gambut yang dalam dan tersusun dari bahan organik yang terakumulasi selama ribuan tahun. Di dalam
Agroforestri kopi Agroforestri buah-buahan Agro-silvo-fishery (sistem surjan) Komoditas yang Dikembangkan: Kolom ini berisi daftar komoditas yang dikembangkan di desa pilot. Komoditas yang dikembangkan di 12 desa pilot adalah: Padi Jagung Sayur-sayuran Buah-buahan Pinang Kayu Ikan Madu Koloni lebah Getah karet Kelapa sawit Kemiri Jengkol Sereh wangi Cabai Kopi Petai Matoa Durian Nanas Lokasi Desa Pilot: Kolom ini berisi nama desa pilot tempat model bisnis diterapkan. 12 desa pilot dalam Proyek Peat adalah: Desa Baruplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigDesa Baru

Desa Baru merupakan desa yang berada di Kabupaten Banyuasin.

rintisan
, Banyuasin, Sumsel
Desa Daya Kesuma, Banyuasin, Sumsel Desa Lebung Itam dan Penanggoan Duren, OKI, Sumsel Desa Nusakarta, OKI, Sumsel Desa Jadi Mulya, OKI, Sumsel Desa Permata, Kubu Raya, Kalbar Desa Pasak dan Bengkarek, Kubu Raya, Kalbar Desa Sungai Asam, Kubu Raya, Kalbar Desa Sungai Radak Dua, Kubu Raya, Kalbar


Kesimpulan: Gambar di atas menunjukkan bahwa Proyek Peat menerapkan berbagai model bisnis di 12 desa pilot di Indonesia. Model bisnis yang diterapkan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan di setiap desa pilot. Komoditas yang dikembangkan di desa pilot beragam, termasuk padi, jagung, sayur-sayuran, buah-buahan, pinang, kayu, ikan, madu, koloni lebah, getah karet, kelapa sawit, kemiri, jengkol, sereh wangi, cabai, kopi, petai, matoa, durian, dan nanas.

  • bincang_gambut_kalimantan_barat_seri_11_peran_lahan_dalam_ketahanan_pangan.txt
  • Last modified: 2024/04/27 10:57
  • by Rabbirl Yarham Mahardika