Gulo Puan
Gulo puan adalah olahan khas Sumatera Selatanplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigSumatera Selatan
Sumatera Selatan atau sering disebut sebagai Bumi Sriwijaya, memiliki Ibu Kota Provinsi Palembang yang juga dijuluki sebagai Venice of The East (Venesia dari timur) oleh bangsa Eropa merupakan salah satu kota tertua di Indonesia yang sudah ada sejak 1.335 tahun yang lalu. Dalam perjalanannya, Provinsi Sumatera Selatan saat ini tengah gencar melakukan pembangunan infrastruktur, terutama melalui perencanaan Kawasan Ekonomi Khusus Pelabuhan Tanjung Api-Api di yang berasal dari salah satu daerah Pampangan Desa Bangsal Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Olahan ini terbuat dari susu kerbau yang dibuat langsung oleh tangan masyarakat Desa Bangsal itu sendiri.
Adapun puan berarti susu yang diambil dari bahasa Palembang, Sumatera Selatanplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigSumatera Selatan
Sumatera Selatan atau sering disebut sebagai Bumi Sriwijaya, memiliki Ibu Kota Provinsi Palembang yang juga dijuluki sebagai Venice of The East (Venesia dari timur) oleh bangsa Eropa merupakan salah satu kota tertua di Indonesia yang sudah ada sejak 1.335 tahun yang lalu. Dalam perjalanannya, Provinsi Sumatera Selatan saat ini tengah gencar melakukan pembangunan infrastruktur, terutama melalui perencanaan Kawasan Ekonomi Khusus Pelabuhan Tanjung Api-Api di. Olahan ini sudah ada sejak 130 tahun silam. Dahulu, olahan ini merupakan makanan yang disajikan sebagai oleh-oleh untuk Kesultanan Palembang dari masyarakat Desa Bangsal.
Cara membuat Gulo Puan sama seperti membuat kue caramel bedanya dengan kue caramel yaitu kue caramel menggunakan gula putih sedangkan gulo puan menggunakan bahan utama susu kerbau. Bentuknya yang sekilas mirip gula aren selain itu teksturnya yang lembut dan bentuknya remah seperti pasir. Gulo puan bisa dimakan dan disajikan menjadi toping roti tawar ataupun donat yang bisa dinikmati dengan secangkir kopi di sore hari.
Meski makanan khas OKI, tidak mudah untuk mendapatkan makanan ini. Harga jualnya mencapa Rp 100 ribu per kilogramnya. Hal tersebut karena bahan baku pembuatannya yang sedikit. Saat ini populasi kerbau rawa Pampangan semakin menyusut dan itu menjadi salah satu kendala sekaligus tantangan untuk melestarikan salah satu budaya nusantara.