kebijakan:kph_lakitan_bukit_cogong

Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Lakitan - Bukit Cogong

UPTD KPH Lakitan-Bukit Cogong berdasarkan Peraturan Gubernur Sumatera Selatanplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigSumatera Selatan

Sumatera Selatan atau sering disebut sebagai Bumi Sriwijaya, memiliki Ibu Kota Provinsi Palembang yang juga dijuluki sebagai Venice of The East (Venesia dari timur) oleh bangsa Eropa merupakan salah satu kota tertua di Indonesia yang sudah ada sejak 1.335 tahun yang lalu. Dalam perjalanannya, Provinsi Sumatera Selatan saat ini tengah gencar melakukan pembangunan infrastruktur, terutama melalui perencanaan Kawasan Ekonomi Khusus Pelabuhan Tanjung Api-Api di
Nomor 41 tahun 2017 mengelola kawasan hutan seluas 100.960 ha yang terdiri dari 2 unit KPH yaitu Unit VI (Lakitan) dan Unit VIII (Bukit Cogong). Terdapat lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
dalam wilayah kelola KPH seluas 11.883 ha dengan rincian berada di dalam kawasan HP Lakitan Utara I seluas 10.053 ha dan dalam HP Lakitan Selatan seluas 1.830 Ha serta terdapat lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
di Areal Penggunaan Lain (APL) seluas 13.688 ha. Areal lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
yang berada dalam kawasan hutan dengan tutupan didominasi jenis mahang yang merupakan jenis pioner yang tumbuh pada lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
bekas terbakar tahun 1997, semak belukar, pakis-pakisan, kebun kelapa sawit dan karet masyarakat. Lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
tersebut telah diberikan ijin konsesi IUPHHK-HT kepada PT. Paramitra Mulya Langgeng. Namun demikian pemegang ijin tidak bisa mengeola konsesinya secara penuh karena kawasan hutan tersebut telah diusahakan oleh masyarakat baik berupa kebun sawit maupun karet dengan mambangun kanal-kanal pembuangan air gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigAir Gambut

<[Air Gambut]Air Gambut>

Air gambut merupakan jenis air permukaan hasil akumulasi sisa material yang terdekomposisi tidak sempurna dan biasa terjadi pada daerah rawa atau dataran rendah. Air gambut memiliki cir-ciri seperti intensitas warna tinggi (coklat kemerahan), memiliki nilai keasamaan tinggi, kandungan zat organik tinggi, dan kandungan kation rendah (Aidah, dkk., 2018). Kualitas air
sehingga ketika musim kemarau terancam terjadinya kebakaran.

  • kebijakan/kph_lakitan_bukit_cogong.txt
  • Last modified: 2023/01/17 20:16
  • by 127.0.0.1