Simalakama Antara Gambut dan Perut
(dikiwahyu, sepucuk pedamaran timur)
Pemanfaatan lahan untuk penghidupan yang dilakukan oleh masyarakat seringkali membuat kontrofersi, karena berketerkaitan dengan kebijakan dan aturan yg telah ditetapkan oleh pemerintah pusat maupun daerah itu sendiri, dalam menentukan kebijakan pemerintah dihadapkan dengan kepentingan masyarakat yang harus di perhatikan kesetaraannya.
Dalam hal ini pemerintah juga menetapkan aturan dalam pengelolaan lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut
Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm budidaya untuk dimanfaatkan masyarakat dalam mencari lahan penghidupan, dengan ada peraturan ini juga seringkali menimbulkan perbedaan pendapat antara pemerintah dengan masyarakat salah satunya dalam UUD
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”)
Secara umum, tindakan sengaja menimbulkan kebakaran diatur dalam Pasal 187 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), dengan ancaman pidana sebagai berikut:
Jika menimbulkan bahaya bagi barang, pidana penjara maksimal 12 tahun;
Jika menimbulkan bahaya bagi nyawa orang lain, pidana penjara maksimal 15 tahun;
Jika menimbulkan bahaya bagi nyawa orang lain dan mengakibatkan orang mati, pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu maksimal 20 tahun.
Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UU PPLH”)
Membuka lahan dengan cara membakar hutan merupakan hal yang secara tegas dilarang dalam undang-undang, sebagaimana diatur dalam Pasal 22 angka 24 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”) yang mengubah Pasal 69 ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UU PPLH”).
Namun, ketentuan ini dikecualikan bagi masyarakat yang melakukan pembukaan lahan tersebut dengan memperhatikan sungguh-sungguh kearifan lokal di daerah masing-masing. Kearifan lokal yang dimaksud yaitu melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimal 2 hektare per kepala keluarga untuk ditanami tanaman jenis varietas lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api ke wilayah sekelilingnya. Ini artinya, membuka lahan dengan cara membakar diperbolehkan dengan persyaratan tertentu.
Adapun ancaman pidana bagi yang melakukan pelanggaran terhadap larangan di atas adalah penjara minimal 3 tahun dan maksimal 10 tahun serta denda antara Rp3 miliar hingga Rp10 miliar.
Selain itu, jika tindak pidana tersebut dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada:
badan usaha; dan/atau
orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.
Jika perbuatan tersebut dilakukan oleh orang, yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain yang bertindak dalam lingkup kerja badan usaha, sanksi pidana dijatuhkan terhadap pemberi perintah atau pemimpin dalam tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut dilakukan secara sendiri atau bersama-sama.
Undang-Undang Kehutanan
Larangan membakar hutan juga dilarang dalam Pasal 36 angka 17 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 50 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (“UU Kehutanan”).
Setiap orang yang dengan sengaja membakar hutan diancam pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp7,5 miliar. Jika kebakaran hutan disebabkan karena kelalaian, diancam pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp3,5 miliar.
Undang-Undang Perkebunan
Larangan membuka lahan dengan cara membakar juga diatur dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan (“UU Perkebunan”).
Setiap pelaku usaha perkebunan yang membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara membakar dipidana dengan pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar.
Jika perbuatan tersebut dilakukan oleh korporasi, selain pengurusnya dipidana, korporasi juga dipidana denda maksimum ditambah 1/3 dari pidana denda.
Adapun jika perbuatan tersebut dilakukan oleh pejabat sebagai orang yang diperintahkan atau orang yang karena jabatannya memiliki kewenangan di bidang perkebunan, pejabat tersebut dipidana dengan ancaman pidana sebagaimana dijelaskan di atas ditambah 1/3.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Sejalan dengan UU PPLH dan UU Perkebunan, aturan lain soal membuka lahan dengan cara membakar dapat kita lihat dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun 2010 tentang Mekanisme Pencegahan Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan (“Permen LH 10/2010”).