Pengupas Kelapa Menjadi Solusi Bertahan Hidup di Lahan Gambut

Buruh pengupas kelapa menjadi solusi dalam bertahan hidup di Desa Daya Kesuma (Sumber: ICRAF/Fadilla Surya Army)
Program transmigrasi di Indonesia dimulai sejak tahun (1937-1940), terlebih di Sumatera Selatanplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigSumatera Selatan

Sumatera Selatan atau sering disebut sebagai Bumi Sriwijaya, memiliki Ibu Kota Provinsi Palembang yang juga dijuluki sebagai Venice of The East (Venesia dari timur) oleh bangsa Eropa merupakan salah satu kota tertua di Indonesia yang sudah ada sejak 1.335 tahun yang lalu. Dalam perjalanannya, Provinsi Sumatera Selatan saat ini tengah gencar melakukan pembangunan infrastruktur, terutama melalui perencanaan Kawasan Ekonomi Khusus Pelabuhan Tanjung Api-Api di
yang dimana merupakan lokasi dari tersebarnya masyarakat transmigrasi. Lokasi transmigrasi di Sumatera Selatanplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigSumatera Selatan

Sumatera Selatan atau sering disebut sebagai Bumi Sriwijaya, memiliki Ibu Kota Provinsi Palembang yang juga dijuluki sebagai Venice of The East (Venesia dari timur) oleh bangsa Eropa merupakan salah satu kota tertua di Indonesia yang sudah ada sejak 1.335 tahun yang lalu. Dalam perjalanannya, Provinsi Sumatera Selatan saat ini tengah gencar melakukan pembangunan infrastruktur, terutama melalui perencanaan Kawasan Ekonomi Khusus Pelabuhan Tanjung Api-Api di
terkenal dari daerah yang biasa disebut daerah “Jalur”. Banyuasin dan Ogan Komering ilir merupakan daerah yang memiliki lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
yang luas dan menyimpan segudang cerita dari penghidupan masyarakat transmigrasi.

Jika kita berbicara tentang pengidupan masyarakat di lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
tak lupun dengan pembicaraan masyarakat transmigrasi. Berbagai upaya telah dilakukan masyarakat transmigrasi dalam bertahan hidup mulai dari mengelola lahan di lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
, beternak maupun berdagang. Hampir merata masyarakat yang dilahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigGambut

<[lahan gambut]Ekosistem Gambut Primer di Laboratorium Alam CIMPTROP, Kalimantan Tengah>

Gambut merupakan material organik yang terbentuk secara alami berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada areal rawa. Secara harfiah Gambut berasal dari bahasa Banjar untuk menyebut tanah non-mineral yang berasal dari akumulasi bahan organik yang tidak terdekomposisi sempurna pada daerah depresi. Bany…
memanfaatkan lahan 3 Ha yang diberikan pemerintah dalam program transmigrasi mereka kelolah menjadi sawah maupun kebun.

Sebagai salah satu contohnya Pak Saefudin yang merupakan masyarakat trasnmigrasi yang bertempatan di Desa Daya Kesuma, Kecamatan muara Sugihan, Kabupaten Banyuasinplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigKabupaten Banyuasin

Kabupaten Banyuasin dibentuk berdasarkan pertimbangan pesatnya perkembangan dan kemajuan pembangunan di Provinsi Sumatera Selatan umumnya dan khususnya di Kabupaten Musi Banyuasin yang diperkuat oleh aspirasi masyarakat untuk menlngkatkan penyelenggaraan pemrintahan pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan guna menjamin kesejahteraan masyarakat.
. Beliau bekerja sebagai upahan pengupas kelapa walaupun juga memiliki kebun kelapa. Hal ini untuk memanfaatkan waktu kosong mengingat perawatan kebun kelapa hanya dilakukan beberapa kali. Sebagai pengupas kelapa, Pak Saefudin mendapatkan upah Rp.100/biji, sedangkan jika sudah termasuk memanjat, mengumpulkan dan mengupas upah yang didapat Rp. 400/biji. Dalam satu hektar lahan, pemanenan dilakukan selama 2 atau tiga bulan sekali dengan jumlah 1500-2000 buah. Selain sistem upah perbiji, ada juga petani yang menggunakan sistem bagi 3 untuk pemanenan, 2 untuk pimilik dan satu untuk pemanen.

Sistem bagi 2 dilakukan jika pekerja panen juga melakukan perawatan seperti pemupukan, penyemprotan dan perbaikan kanal dengan modal berasal dari orang yang mengelola. Ada juga yang menggunakan sistem borongan dengan upah Rp. 400.000/hektar ataupun harian dengan upah Rp. 150.000/hari. Biaya pengumpulan kelapa dari lahan menuju titik pengumpuluan melalui kanal pasang surut mengupah Rp. 100.000/hari. Peremajaan kelapa dilakukan secara pilih-pilih diantara kelapa yang sudah tidak berbuah atau akan mati. Kelapa dijual Rp. 2.300/biji dengan melebihkan 50 biji dalam 1000 biji untuk tanggungan apabila da buah yang busuk atau tidak bagus.

Lika-liku penghidupan masyarakat di lahan gambutplugin-autotooltip__default plugin-autotooltip_bigLahan Gambut

Lahan gambut merupakan bagian dari lanskap ekosistem gambut, salah satu ekosistem khas lahan basah yang dimiliki Indonesia. Gambut berasal dari tanah yang terdapat akumulasi sisa-sisa makhluk hidup yang melapuk, mengandung bahan organik >12% dengan ketebalan lebih dari 50 cm
tak luput menurunkan semangat dari masyarakat yang tinggal disana, berbagai permasalahan yang timbul dalam penghidupan mereka pun sudah dilalui dengan berbagai solusi.

  • sosialekonomi/pengupas_kelapa_menjadi_solusi_bertahan_hidup_di_lahan_gambut.txt
  • Last modified: 2023/02/04 10:40
  • by Yusi Septriandi