Menilik Capaian Program Restorasi 2 Juta Ha Lahan Gambut Tahun 2016-2020

Gambut, sebuah ekosistem yang unik yang terbentuk dari proses dekomposisi bahan organik yang berlangsung lambat akibat adanya kondisi jenuh air dan telah berlangsung selama jutaan tahun yang lalu . Luasan gambut di Indonesia tergolong nomor 2 terbesar di dunia dengan luasan 24,67 juta ha yang tersebar di 5 pulau besar yaitu Sumatera (9,6 juta ha), Kalimantan (4,3 Juta ha), Sulawesi (35 ribu ha), dan Papua (6,6 juta ha) (Ditjen. PPKL-KLHK, 2017). Dari luasan gambut tersebut, Indonesia kaya akan keanenkaragaman hayati flora dan fauna endemik seperti harimau sumatra dan orang utan, menjadi sumber mata pencaharian masyarakat lokal seperti mencari ikan, dan bertani serta melahirkan kearifan lokal di dalam masyarakat itu sendiri. Gambut juga berperan sebagai penyangga iklim, bermanfaatan mencegah kekeringan, banjir dan inrusi air laut, serta penyimpanan cadangan karbon terbesar.

Dalam satu dekade terakhir ini, Indonesia sedang disorot oleh dunia terkait komitmennya dalam penyelesaian isu lingkungan. Kebakaran lahan hebat yang terjadi di tahun 2015 seperti menjadi alarm peringatan bagi komitmen bangsa indonesia dalam mengatasi permasalahan iklim. Berdasarkan data Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), dalam kebakaran tersebut setidaknya 2.089.911 hektar, 618.574 hektar lahan gambut dan 1.471.337 hektar non gambut telah terbakar. dapat dikatakan bahwa kebakaran lahan gambut yang terjadi telah melebihi keseluruhan luas pulau Bali. Lalu apa kaitannya perubahan iklim dan kebakaran yang terjadi. Secara langsung, kebakaran yang terjadi mengakibatkan terdegradasinya kondisi lingkungan, ancaman kesehatan manusia dan sosio ekonomi masyarakat. Kebakaran pada lahan gambut berdampak pada penurunan kondisi fisik, kimia dan keanekaragaman hayati lahan gambut, rusaknya fungsi hidrologi gambut, serta peningkatan emisi gas rumah kaca akibat kebakaran di tahun 2015, sebesar 954,6 juta ton karbon dioksida terlepas ke atmosfer (Data Spongi KLHK). Dampak dari kebakaran tersebutlah yang membuat Indonesia menjadi fokus mata dunia agar kebakaran tidak terjadi kembali.

Di tahun 2016, Presiden Jokowi bersama Badan Restorasi Gambut menargetkan untuk merestorasi 2 Juta hektar lahan gambut di Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Papua dalam lima tahun dengan rincian tahun 2016 sebesar 30%, 2017 sebesar 20%, 2018 sebesar 20% 2019 sebesar 20%, 2020 sebesar 10%. Hal ini tertuang dalam Perpres No.1 Tahun 2016 tentang Badan Restorasi Gambut. Di tahun 2016 ini pula, Indonesia menyatakan komitmennya dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca melalui penanda tanganan Perjanjian Paris di New York. Badan Restorasi Gambut dan Mangrove juga menyusun program kerja meliputi pertama, rewetting yaitu dengan membasahi kembali gambut yang telah kering akibat turunnya muka air tanah. Kedua, revegetasi yaitu dengan melakukan penanaman kembali dalam upaya pemulihan tutupan lahan. Ketiga, revitalisasi sumber-sumber mata pencaharian masyarakat bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ada di dalam dan sekitar areal restorasi gambut. Dan keempat, Desa Peduli Gambut sebagai kerangka penyelarasan program-program pembangunan pada desa di kawasan hidrologi gambut.

Lima tahun sudah program restorasi gambut 2 juta hektar telah berjalan. Sayangnya, upaya tersebut memperlihatkan hasil yang belum memuaskan dimana hanya 778.181 ha atau 38,91% dari 2 juta hektar lahan yang berhasil direstorasi hingga akhir 2019 (BRG, 2020). Di Oktober 2018 pula, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove melakukan survey di 10 kabupaten target restorasi yaitu Pekanbaru, Siak, Kepulauan Meranti, Ogan Komering Ilir, Musi Banyuasi, Muaro Jambi, Pontianak, Kubu Raya, Pulau Pisau dan Tapin, terkait indeks persepsi pemangku kepentingan terhadap restorasi ekosistem gambut dengan total responden 3.802 orang. Total responden tersebut terbagi kedalam kelompok yaitu Masyarakat yang terlibat dalam program restorasi gambut (Kelompok Perempuan, Perangkat Desa, Kelompok Masyarakat Peduli Api/Sekat Kanal/Gambut Guru SD, Da’i/Ustadz/Tokoh Agama dan Kader petani sekolah lapang), Masyarakat umum, (Ibu rumah tangga, Karyawan dan PNS serta Pedagang/wirausahawan), Generasi milenial, (Pelajar usia diatas 17 tahun dan Mahasiswa), Pembentuk Opini, (Pemda Provinsi, Pemda Kabupaten/Kota Akademisi/pengamat lokal, Anggota DPRD Provinsi, Anggota DPRDKota/Kabupaten, Lembaga Swadaya Masyarakat, Perusahaan perkebunan/kehutanan Media/jurnalis lokal dan Organisasi massa kepemudaan dan keagamaan). Hasil menunjukkan rata-rata indeks persepsi pemangku kepentingan terhadap restorasi ekosistem gambut mencapai 76,72 (kategori baik). Namun terdapat 6 kabupaten yang masih tergolong ketegori cukup.

Gambar 1. Indeks Persepsi Pemangku Kepentingan terhadap Restorasi Ekosistem Gambut

Sumber: Laporan Persepsi Pemangku Kepentingan terhadap Restorasi Ekosistem Gambut Tahun 2018

Disisi lain, tingkat kepuasan atribut pembentuk persepsi pemangku kepentingan terhadap Restorasi Ekosistem Gambut memiliki nilai terendah pada partisipasi perusahaan dalam merestorasi lahan gambut, penegakkan hukum di ekosistem gambut, peran LSM (masyarakat) dan perguruan tinggi dalam merestorasi ekosistem gambut.

Gambar 2. Tingkat Kepuasan Pemangku Kepentingan terhadap Atribut Pembentuk Persepsi

Sumber: Laporan Persepsi Pemangku Kepentingan terhadap Restorasi Ekosistem Gambut Tahun 2018

Dari laporan tersebut juga menunjukkan keterlibatan pemangku kepentingan dalam upaya restorasi lahan gambut meliputi pembuatan skat kanal dan sumur bor, pemadaman kebakaran, pertanian tanpa bakar, jambore, pelatihan dan lainnya.

Gambar 3. Keterlibatan Pemangku Kepentingan dalam Restorasi Ekosistem Gambut

Sumber: Laporan Persepsi Pemangku Kepentingan terhadap Restorasi Ekosistem Gambut Tahun 201

Rendahnya progres yang dihasilkan dari program restorasi 2 juta ha lahan gambut periode 2016-2020 mungkin dikarenakan masyarakat yang bermukim di sekitar gambut masih menjadi objek restorasi bukan subjek restorasi. Gambar.3 menunjukkan bahwa keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam Restorasi Ekosistem Gambut masih sebatas pelaksana program dan bukan menjadi bagian dalam pembuatan program. Intevensi yang dibuat juga sebaiknya tidak hanya berdasarkan restorasi tetapi juga pada pengembangan ekonomi. Karakteristik bentang alam, sumber daya manusia dan kearifan lokal yang berbeda di setiap tempatnya juga membutuhkan pendekatan yang berbeda pula misalnya dengan penanaman tumbuhan lokal yang biasa masyarakat setempat (melaui pemanfaatan daun, buah, getah, umbi, kulit kayu) yang bernilai ekonomi dan bernilai restorasi. Diversifikasi ekonomi lokal yang tidak hanya bergantung pada satu komoditas untuk meningkatkan perekonomian warga. Praktik agrosilvofishery, agropastofishery atau pastofishery dapat dilakukan dalam upaya penganekaragaman sumber mata pencarian.

Kegiatan restorasi ini pula juga membutuhkan komitmen yang kuat dari semua stakeholder seperti masyarakat, pemerintah daerah, pemerintah pusat, akademisi, perusahaan swasta. Tingkat kepuasan yang rendah pada penegakkan hukum di ekosistem gambut dapat diperbaiki apabila pemerintah/pihak yang berwenang berkomitmen mewujudkan penegakkan hukum yang adil, transparan dan sesuai aturan yang berlaku. Pemerintah juga sebaiknya menjadi penghubung dengan perusahaan melalui kerjasama ataupun intevensi tekait restorasi lahan gambut dan pencegahan kebakaran dengan memberdayakan masyarakat setempat.

Monica Evan (2020) dalam tulisannya juga menyampaikan bahwa dalam keberhasilan restorasi lahan gambut ada 4 aspek yang perlu diperhatikan yaitu aspek tata kelola (transparansi, kekuatan tata kelola dan sumber daya), aspek ekonomi (pasar, peningkatan nilai produk dan keberlanjtan produksi) dan aspek sosial (hak tenurial, resolusi konflik dan jejaring sosial). Dengan memperhatikan hal-hal tersebut diharapkan proses restorasi lahan gambut di Indonesia menjadi lebih baik kedepannya.

Badan Restorasi Gambut. 2020. 778.181 hektar area berhasil terestorasi hingga akhir 2019. Online https://www.pantaugambut.id/pantau-komitmen/restorasi-2-juta-hektar-lahan-gambut-dalam-5-tahun?progresstitle=778.181-hektar-area-berhasil-terestorasi-hingga-akhir-2019.

Dit. IGRK MPV, Ditjen PPI, KLHK, 2021 . Emisi CO2 dari Kebakaran Hutan dan Lahan (Ton CO2e) Per Provinsi Di Indonesia Tahun 2016-2021nhttp://sipongi.menlhk.go.id/hotspot/emisi_co2

Ditjen. PPKL-KLHK, 2017. Fungsi Ekosistem Gambut Nasional (Skala 1:250.000). online: http://pkgppkl.menlhk.go.id/v0/fungsi-ekosistem-gambut-nasional-skala-1250-000/

Foead Nazir. 2019. Laporan Indeks Persepsi Pemangku Kepentingan terhadap Restorasi Ekosistem Gambut 2018. Badan Restorasi Gambut.

Monica Evans. 2020. Restorasi Lahan Gambut di Indonesia: Mengapa Masyarakat Harus Diutamakan?. Online : https://forestsnews.cifor.org/70181/restorasi-lahan-gambut-di-indonesia-mengapa-masyarakat-harus-diutamakan?fnl=en

  • kebijakan_program/menilik_capaian_program_restorasi_2_juta_ha_lahan_gambut_tahun_2016-2020.txt
  • Last modified: 2023/01/17 20:16
  • by 127.0.0.1