Bincang Gambut Seri-15: Keberagaman dan Keunikan Ekosistem Gambut Sumatera dalam Adaptasi Perubahan Iklim
Kali ini wiki gambut sumsel mengadakan BINCANG GAMBUT Series-15 yang mengusung tema Keberagaman dan Keunikan Ekosistem Gambut Sumatera dalam Adaptasi Perubahan Iklim.
Kegiatan kali ini menghadirkan Narasumber dari berbagai latar belakang akan berbagi wawasan tentang sejarah pengelolaan, dinamika masyarakat, pemangku kepentingan, serta kebijakan pembangunan di lahan gambut yang ada di Sumatera.
Kegiatan ini akan dilaksanakan secara Online melalui aplikasi Zoom meeting, pada :
Hari, tanggal : Kamis, 1 Februari 2024
Waktu : 08.00 - 12.00 WIB
Narasumber:
- Dr. Monalisa, S.P., M.Si (Universitas Syiah Kuala, Aceh): Ekosistem Gambut Aceh dan Keunikannya
- Ir. Bambang Hariyadi, M.Si., Ph.D. (Universitas Jambi): Gambut Jambi dan Biodiversitas di dalamnya
- Ari Putra Susanto, S.Hut (Peneliti Gambut APRIL, Riau): Peran Gambut dan Perubahan Iklim
- Dr. Syafrul Yunardy, S.Hut., M.E. (Dinas Kehutanan Sumatera Selatan): Peran Parapihak dalam Menjaga Gambut
Opening Speach
M. Diki Wakyuarisandi (Ketua Wiki Gambut Sumsel)
Kami berharap bisa menyebar luaskan terkait gambut dan akan mengajak lebih ke menulis karena wiki gambut ini merupakan platform dan menambah informasi di platform wiki gambut, sedikit informasi kontributor wiki ada banyak salah satunya ASN, Mahasiswa, dosen dan para pemangku kepentingan, mengenal gambut karena banyak masyarakat serta mahasiswa belum faham terkait gambut, ada beberapa yang bilang gambut itu tanaman dan ada yang bilang juga rawa. Gambut jika tidak di jaga akan hilang, dan keberlanjutannya tidak ada, di platform wiki ini bisa sharing terkait gambut, yang mana gambut terluas ada dimana. Adapun informasi keunikan budaya masyarakat yang ada di sekitar gambut tersebut, acara hari ini dengan harapan bisa menyadar tahukan dan bisa lebih berkontribusi terhadap keberlanjutan gambut.
Pemateri
1. Dr. Monalisa, S.P.,M.Si (Universitas Syah Kuala, Aceh / Simpul Gambut)
Karakteristik & keunikan lahan Gambut Aceh
Gambut mempunyai bebebrapa karakteristik dan fungsi yang beragam seperti menyimpan cadangan karbon 4 kali lebih besar.
KHG : sebaran KHG yang ada di aceh ada 7 dengan sebaran 338,288.02
Biodiversity : keanekaragaman hayati dan kondisi sosial di lahan gambut jenis fauna di temukan di rawa tripa dengan 91 jenis dan 18 di antaranya memiliki nilai ekonomi dan ekologis, dan 14 kenis memiliki nilai endemik dan di lindungi, Di rawa tripa pertama kali di up ialah 2018 karena ada kebakaran di salah satu perusahaan ada 41 jenis tumbuhan kelompok herbal. Lalu ada suaka margasatwa rawa singkil sebagai besar berupa lahan basah memiliki keanekaragaman tumbuhan yang tinggi, ditemukan 54 jenis tumbuhan dalam plot seluas 1 Ha.
Kondisi sosial ekonomi : Kondisi sosial ekonomi dan aktivitas masyarakat dalam dan sekitar Kawasan SM Rawa Singkil yang berada pada 3 kabupaten/kota, tersebar pada 8 kecamatan, Penduduk terbanyak adalah penduduk kampung Kilangan, Kecamatan Singkil yakni 1.640 jiwa dan terdiri atas 804 laki-laki dan 836 perempuan. kampung yang paling sedikit penduduknya adalah Gampong Kuta Beringin, Kecamatan Rundeng dengan jumlah penduduk 80 jiwa yang terdiri atas 43 laki-laki dan 37 perempuan.Singkil Mata pencaharian yang paling dominan di wilayah sekitar SM Berdasarkan tingkat usianya, pendudukusia produktif sebanyak 12.908 jiwa dan yang non produktif sebanyak 13.794 jiwa sehingga tingkat ketergantungannya sebesar 106,86%. Adapun petani sawit 41,6 %, bidang perikanan 13,4 % Pemanfaatan lahan sekitar wilayah SM Rawa Singkil :
- Sawah
- Ladang
- Perkebunan
- Bangunan pekarangan
- Pemanfaatan lainnya
2. Ir. Bambang Hariyadi, M.Si., Ph.D. (Universitas Jambi)
Gambut Jambi dan Biodiversitas di Dalamnya
Gambut tersebar luas berada di Sumatera selatan , kalimantan dan papua, jika di jambi ada sedikit yaitu di Taman Berbak sembilang, gambut juga ada di hutan lindung Sungai buluh, pentingnya lahan gambut :
- Rumah bebagai jenis hewan dan tumbuhan
- Jasa lingkungan
- Cadangan karbon dan air
Gambut ada di Masyarakat selain untuk tanaman padi dan untuk budidaya lain, eksploitasi lahan gambut di jambi sejak tahun 1980 dalam artian pertumbuhan Masyarakat dan membutuhkan lahan baru untuk mereka, kebakaran lahan gambut . cara pemulihan gambut ialah melalui 3 R (Rewetting, Revegetation, dan Revitalization) atau Bisa melalui sekat kanal yang di buat pada lahan gambut, kegunaannya agar bisa menyimpan cadangan air ketika hujan juga, lalu fungsi lainnya ketika kering akan membasahi lahan gambut yang kering.
3. Ari Putra Susanto, S.Hut (APRIL’s Peatland Scientist, Riau)
Studi Pengukuran Emisi Gas Rumah Kaca pada Berbagai Tutupan Lahan di Gambut Tropis (Mitigasi Perubahan Iklim)
Distribusi Lahan Gambut di Dunia :
- Lahan gambut tropis: 102 juta hektar (21% lahan gambut di dunia; UNEP, 2022)
- Indonesia: 13,4 juta hektar (13% lahan gambut tropis; Anda et al., 2021)
Tujuan Penelitian :
- Menghitung dan menentukan Faktor Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) – Tier 3
- Memahami hubungan antara pengelolaan lahan dan emisi GRK untuk menerapkan pengelolaan lahan gambut yang bertanggung jawab serta berkelanjutan
Pengukuran dengan Menggunakan Eddy Covariance, Metode Eddy Covariance
- Mengukur pertukaran bersih antara emisi dan penyerapan;
- Pengukuran frekuensi tinggi (30 min) variabilitas temporal;
- Mencakup area > 200 ha variabilitas spasial.
Total Emisi GRK dari Satu Rotasi Hutan Tanaman Acacia crassicarpa Total emisi karbon dioksida (CO2) 30.0 tCO2 ha-1 tahun-1 = akumulasi dari NEE (9.5 tCO2 ha-1 tahun-1) + harvested woods (20.5 tCO2 ha-1 tahun-1); Angka tersebut lebih kecil dari Faktor Emisi Tier 1 berdasarkan IPCC (73 tCO2 ha-1 tahun-1 )
Penurunan Emisi GRK dari Konversi Lahan Gambut Terdegradasi ke Hutan Tanaman Acacia Perubahan emisi GRK neto = Emisi GRK dari hutan tanaman Acacia - Emisi GRK dari lahan gambut terdegradasi
- Konversi lahan gambut yang terdegradasi ke hutan tanaman Acacia menghasilkan penurunan emisi GRK sebesar -7.5 tCO2-eq ha-1 tahun-1.
- Avoided emission sebesar -7.3 tCO2-eq ha-1 tahun-1 dihitung dari penggunaan biomasa pohon untuk bio-energy.
Manfaat dari Konservasi Hutan Rawa Gambut dari Segi Iklim Kebijakan moratorium untuk mencegah konversi hutan rawa gambut adalah langkah penting untuk mengurangi emisi dari sektor lahan di Indonesia Hutan Rawa Gambut Natural Menjadi Sumber GRK :
- Penurunan curah hujan dan peningkatan hari tanpa hujan menyebabkan penurunan tinggi muka air tanah dan emisi karbon.
- Gambut di central Congo Basin juga menunjukkan kerentanan terhadap even hydro-climatic. Dekomposisi karbon yang selama ini tersimpan karena masa kemarau yang berkepanjangan (ghost interval) (Garcin et al., 2022)
- Penurunan ketersediaan air yang disebabkan oleh El Niño dan IOD mengurangi kapasitas hutan dalam menyerap karbon. (Liu et al., 2023).
4. Dr. Syafrul Yunardy (Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan)
KETERKAITAN GAMBUT & PARAPIHAK
- Konsep Pentahelix
- Kolaborasi 5 Pihak yaitu Akademisi, Bisnis, komunitas, pemerintah dan publikasi media.
GAMBUT & AKADEMISI :
- Untuk melakukan pemulihan lahan gambut, BRG melakukan beberapa tahapan. Sebagai langkah awal, area-area yang paling berisiko dipetakan. Tercatat ada tujuh provinsi yang menjadi fokus pemulihan, yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Papua.
- Setelah diketahui daerah mana saja yang rentan, BRG dibantu para ahli akan mendapat informasi di mana letak paling tepat untuk melakukan penyekatan kanal sehingga kandungan air gambut tidak keluar karena penyekatan yang tidak tepat bisa menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem. Sebagai contoh, penyekatan berlebih di hulu justru akan membuat bagian hilir menjadi kekeringan.
- Untuk melakukan pemulihan lahan gambut, BRG melakukan beberapa tahapan. Sebagai langkah awal, area-area yang paling berisiko dipetakan. Tercatat ada tujuh provinsi yang menjadi fokus pemulihan, yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Papua.
- Setelah diketahui daerah mana saja yang rentan, BRG dibantu para ahli akan mendapat informasi di mana letak paling tepat untuk melakukan penyekatan kanal sehingga kandungan air gambut tidak keluar karena penyekatan yang tidak tepat bisa menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem. Sebagai contoh, penyekatan berlebih di hulu justru akan membuat bagian hilir menjadi kekeringan.
- BRG akan melakukan sosialisasi berupa program Science festival yang dilakukan langsung oleh peneliti dan ilmuwan untuk saling berbagi hasil kajian dan temuan mereka sehingga bisa dipraktikkan di wilayah target pemulihan berbasis kajian ilmiah yang dilakukan. Untuk kalangan yang lebih awam, BRG pada 2016 menggelar Jambore Masyarakat Gambut di Jambi. Dalam jambore tersebut disampaikan praktik-praktik pengelolaan gambut yang tidak memicu kebakaran lahan.
- Revitalisasi lahan gambut bisa dilakukan dengan cara menemukan alternatif usaha tani non sawit dan non karet dengan menemukan komoditas lain yang sesuai dengan lahan gambut. Pengembangan mata pencaharian lain selain sawit dan karet diharapkan bisa mengurangi atau bahkan mengalihkan petani lahan gambut pada aktifitas pertanian lain yang lebih ramah lingkungan.
- Wiki gambut bisa melakukan kolaborasi serta partisipatif untuk penyadar tahuan lahan gambut.
GAMBUT DAN RISET :
- Perlindungan dan restorasi gambut tidak hanya berperan dalam mencapai target iklim nasional, tetapi juga untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim secara global.
- Tersedianya hasil riset dan kajian ilmiah amat diperlukan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam upaya penanganan perubahan iklim. Untuk itu, Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) menjalin kerja sama dengan Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi (PREE), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Melalui kesepakatan kerja sama selama tiga tahun ini, YKAN dan BRIN akan melakukan kegiatan riset bersama untuk mendukung upaya Pemerintah Indonesia mencapai target penurunan emisi, sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat melalui program restorasi ekosistem gambut di Kalimantan Barat.
GAMBUT DAN BISNIS :
- Desa Peduli Gambut berperan dalam pemenuhan SDGs berbasis desa. Desa Peduli Gambut berperan dalam peningkatan ketahanan sosial, ekonomi, dan lingkungan desa-desa. Pendekatan restorasi berbasis desa, sudah masuk RPJMN 2020-2024 dan desa mandiri peduli gambut terintegrasi dalam kesatuan hidrologis gambut. Pendekatan restorasi ini, kata Nazir menggunakan pendekatan 3R, yaitu rewetting (pembasahan kembali), revegatation (revegetasi), dan revitalization of livelihood (revitalisasi mata pencaharian masyarakat).
- Berdasarkan data, saat ini sudah ada 626 Desa Peduli gambut yang telah dibangun bersama mitra restorasi. “Capaian ini melebihi target dengan pendanaan APBN dan mitra-mitra restorasi. Meski demikian, kerja sama dengan sektor swasta harus dilakukan dengan berbagai pihak termasuk pemerintah provinsi kabupaten kota dan masyarakat di tingkat tapak.
GAMBUT DAN PERBANKAN :
- Saat ini kajian-kajian potensi ekonomi di lahan gambut berfungsi budidaya masih pada skala-skala kecil. Presiden Joko Widodo ingin cakupan diperluas hingga ratusan ribu hektar. Di Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, telah dikembangkan pembukaan lahan tanpa bakar untuk sawah. Mereka memanfaatkan mikroba agar lahan tidak asam dan meningkatkan unsur hara. Hasilnya, produktivitas padi mencapai 4,5 ton per hektar.
- BRG akan menghitung dan memetakan area di fungsi budidaya yang bisa dimanfaatkan untuk penanaman beserta potensi komoditas yang disesuaikan kondisi alam serta masyarakat. Diharapkan, langkah ini selain membawa manfaat langsung bagi masyarakat, juga meningkatkan keterlibatan masyarakat menjaga gambut tetap basah dan terhindar dari api.
- Peran dunia usaha juga bisa mempercepat amanat Presiden. Lembaga perbankan di Eropa memiliki dana 5 miliar dollar AS yang siap ditanamkan untuk pengembangan ekonomi yang memperhatikan ekologi. Sementara lembaga perbankan di Indonesia baru tertarik pada komoditas yang telah pasti pasarnya. Ia mencontohkan komoditas padi/beras dan kopi. Nazir pun telah mempertemukan konsultan bisnis dengan petani di lapangan untuk dihubungkan dengan pembeli.
GAMBUT DAN PENGHIDUPAN MASYARAKAT :
- Kondisi alam desa-desa di Kalimantan Tengah ini sudah berubah. Satu contoh, Desa Talekung Punai, Kabupaten Kapuas, kendati air sungai melimpah terutama kala musim penghujan, ikan tangkapan jauh berkurang.
- Talekung Punai, salah satu desa terdampak proyek cetak sawah gagal, yang dikenal dengan proyek lahan gambut (PLG) sejuta hektar, pada era Presiden Soeharto pertengahan 1990-an. Kegagalan PLG jadi titik masa hilangnya sejumlah ikan dan vegetasi yang jadi sumber penghasilan mereka. Belida, bakut, peyang, dan karandang merupakan jenis-jenis ikan yang sangat sulit diperoleh setelah PLG. Vegetasi yang sudah berkurang drastis seperti rotan, purun, dan getah jelutung.
- Desa transmigran, Sebangau Jaya, warga juga alami kesulitan hidup. Hidup di lahan gambut, banjir jadi langganan hingga mereka pindah rumah. Kala kemarau, kebakaran lahan dan kabut asap. Warga banyak pindah dan jual lahan. Mata pencarian susah, tanam sawit pun harga murah. Sebagian warga terpaksa kerja jadi buruh perusahaan sawit.
- Kala desa lingkungan masih terjaga, warga masih bisa hidup dari alam sekitar, seperti Desa Telaga, Kecamatan Kamipang, di bagian hilir Sungai Katingan, Kabupaten Katingan, Masyarakat Telaga, tak bisa juga dikategorikan sebagai orang-orang berada tetapi cukup kuat menghadapi perubahan. Masa keemasan kayu hasil hutan sudah jauh tertinggal, hanya sampai 1980-an. Namun, desa berpenduduk lebih 1.500 jiwa ini, masih menjaga identitas sebagai desa penghasil ikan sungai.
GAMBUT DAN KOMUNITAS :
- Penyebaran titik api menjadi tolok ukur pencapaian transformasi tata kelola gambut, sama halnya dengan pencegahan karhutla, sebagai hasil dari serangkaian inisiatif di tingkat kabupaten, provinsi, dan tingkat nasional.
- Jumlah kejadian karhutla per tahun cenderung meningkat pada saat-saat sebelum peristiwa-peristiwa politik. Peristiwa politik menyebabkan perhatian partai terkait teralihkan dari persoalan ancaman karhutla. Upaya intensif yang dilakukan pemerintah, komunitas, masyarakat sipil, serta semua pemangku kepentingan dalam pencegahan karhutla akan diuji dalam pemilu tahun 2024 dan kejadian El Niño sesuai pola iklim. Sejak 2021, CIFOR-ICRAF telah terlibat dalam program yang dilakukan masyarakat di Siak, Provinsi Riau, yang terdampak oleh karhutla.Tiga hal utama dalam program tersebut: (i) kombinasi pendekatan pembasahan gambut dan pengembangan usaha yang selaras dengan pencegahan karhutla di lahan gambut, (ii) pengembangan perangkat, dan (iii) fasilitasi dialog di desa, kecamatan, dan tingkat provinsi.
GAMBUT DAN KELOMPOK MASYARAKAT :
- Kelompok Masyarakat Gambut Raya di Desa Seponjen, Muaro Jambi mengakui pemanfaatan 22 unit sekat kanal oleh Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) berdampak pada penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Melalui program restorasi gambut yang sudah dijalankan kelompoknya sejak beberapa tahun belakangan ini membuat daerahnya tidak lagi menghadapi masalah karhutla yang berkepanjangan. Melalui puluhan sekat kanal yang diberikan ini, mereka bisa mengantisipasi kebakaran lahan yang terjadi karena sudah tersedianya air
- Upaya menjaga keberlangsungan restorasi gambut ini, kelompoknya secara rutin sebulan sekali melakukan perawatan sekat kanal hingga penghijauan kembali. Penanaman pohon kembali terus berlanjut, meski saat ini harus terhenti karena kondisi kemarau.
GAMBUT & PETANI :
- Pemulihan ekosistem gambut perlu menyentuh problem rumah tangga petani. Dalam aksi restorasi gambut petani harus ditempatkan sebagai mitra utama.
- Pemerintah telah mengembangkan program desa peduli gambut (DPG) sebagai salah satu bagian pengakomodasian partisipasi dan dukungan masyarakat dalam restorasi gambut. Program ini menghubungkan kawasan perdesaan dalam kesatuan hidrologis gambut. Hingga April 2020 terdapat 525 desa yang tersebar di wilayah Sumatera, Kalimantan, dan Papua yang diinisasi BRG. Program ini mengedepankan partisipasi masyarakat dan memberikan alternatif pertanian tanpa bakar yang diharapkan mampu menigkatkan kesejahteraan masyarakat, mencegah kerusakan ekosistem gambut, dan mencegah kebakaran hutan dan lahan. Dengan demikian, nantinya dapat meningkatkan indeks desa membangun
GAMBUT & PEMUDA :
- Badan Restorasi Gambut (BRG) RI memperkuat peran anak muda untuk memulihkan ekosistem gambut. Keterlibatan anak muda untuk ikut berperan mengembalikan fungsi hidrologis gambut dilakukan BRG dengan melatih mereka di kegiatan Youth Peatland Conference 2020.
- BRG memiliki sejumlah program untuk mendukung aktivitas generasi muda, di antaranya, pelatihan pengembangan dan peningkatan nilai produk dari industri rumah tangga di sekitar gambut. Lalu, ekonomi kreatif berupa produk fesyen yang dihasilkan dari pewarna alami di Kalimantan Selatan, serta mendukung para peneliti muda untuk menggelar riset.
GAMBUT & MAHASISWA : Inovasi mahasiswa Teknik pertanian UNJA : Piezometer dan Peillschaal untuk keamanan lahan gambut. Piezometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur tinggi muka air pada Lahan Gambut serta mencegah terjadinya kebakaran di lahan tersebut. Sedangkan Peilschaal merupakan alat untuk mengukur tinggi muka air di kanal dan akan menjadi pengukur debit air yang berpotensi menyebabkan banjir. Bahan yang digunakan untuk Piezometer sendiri berupa pipa, sementara Peilschaal mereka buat dari bambu dengan pohon pinang sebagai penahannya. Pembuatan alat ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat desa untuk selalu waspada akan bahaya yang dapat ditimbulkan dari tanah gambut. Oleh karena itu, tim KKNT membuat alat tersebut sebagai upaya antisipasi untuk pencegahan terjadinya kebakaran di musim kemarau dan antisipasi terjadinya banjir di musim hujan.
GAMBUT & NGO:
- Restorasi di wilayah konsesi lahan gambut masih menghadapi tantangan, berupa komitmen pengusaha dan penegakan hukum tercatat belum optimal. Bahkan, sejumlah pelanggaran masih sering ditemukan di lapangan.
- Untuk itu, Pantau Gambut, inisiatif publik independen yang menjadi wadah partisipasi masyarakat dalam mengawal restorasi gambut, mendorong pemegang konsesi agar lebih serius merestorasi lahan gambut sesuai kewajibannya.
- Simpul Jaringan Pantau Gambut Riau, Romes Irawan Putra mengatakan, Pantau Gambut bersama masyarakat telah melakukan analisis spasial dan observasi lapangan. Observasi dilakukan pada 1.222 titik sampel area gambut di 43 wilayah konsesi yang terbakar di tujuh provinsi. Yakni Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Papua, dan Papua Barat.
- Dari analisis itu terungkap hilangnya tutupan pohon di area gambut, dengan fungsi lindung seluas 421.221 hektare di area konsesi selama periode 2015- 2019. Sedangkan lewat verifikasi lapangan di 405 titik sampel area gambut lindung, ditemukan penanaman tanaman ekstraktif berupa sawit atau akasia di 64,4 persen titik sampel. Sisanya ditelantarkan tanpa adanya upaya pemulihan seperti yang dimandatkan oleh peraturan.
GAMBUT & PEREMPUAN :
- Perempuan memiliki tingkat pemahaman yang sama dengan laki-laki tentang resiko kebakaran pada lahan gambut, yang kering di musim kemarau. Terkait larangan membakar lahan, mereka cenderung menerima adanya kebijakan ini, meski tidak berarti selalu setuju
- Bagi masyarakat adat di Distrik Wamesa, Teluk Bintuni, Papua Barat, tanaman sagu tidak hanya menjadi sumber pangan saja, tetapi juga sebagai penjaga bagi ekosistem gambut tempat mereka hidup. Sagu yang membutuhkan kelembaban tanah yang tinggi, membuat tanaman ini cocok dengan karakteristik tanah gambut yang berair. Adanya sagu dapat menjaga tingkat kebasahan tanah gambut tanpa perlu adanya proses pengeringan seperti tanaman perkebunan monokultur.
- Untuk menjaga cadangan bahan baku, para wanita adat Wamesa menanam sagu di lokasi yang berada di dekat kampung mereka. Selain itu, penanaman sagu ini juga untuk memastikan tutupan lahan gambut.
- Olahan komoditas sagu yang dilakukan kelompok perempuan adat di Wamesa ini dapat menjadi inspirasi bagi kelompok di daerah lain untuk memaksimalkan potensi lahan gambut tempat mereka tinggal. Pemanfaatan lahan gambut yang bertanggungjawab pada akhirnya dapat mendorong keberlangsungan ekosistem gambut yang lestari.
GAMBUT & PEMERINTAH : Saat ini, telah banyak perhatian yang berfokus terhadap berbagai jasa ekosistem dari lahan gambut dengan valuasinya yang berpotensi memberikan peluang nilai tambah ekonomi. Keseimbangan ekologi ini dapat memberikan hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang dapat mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan maupun budi daya berbasis paludikultur,
- Ordered List ItemKetiadaan regulasi dan pedoman teknis silvikultur pada lahan gambut yang diperparah dengan lemahnya penegakan hukum menyebabkan laju deforestasi dan degradasi hutan di lahan gambut terus terjadi pada beberapa dekade yang lalu.
- Ekstraksi kayu hutan di Indonesia mengalami peningkatan pada tahun 1970-an yang menyebabkan eksploitasi hutan alam, termasuk hutan rawa gambut. Kanal-kanal dibangun untuk pengangkutan kayu gelondongan dan drainase. Hutan tanaman kayu tergantung pada kedalaman drainase yang dibangun dan dikembangkan merupakan dampak dari peningkatan permintaan industri kertas dan bubur kertas (pulp). Industri perkebunan ini, termasuk kelapa sawit, terus berkembang pesat pada lahan gambut dan menempati sekitar 15-16% dari seluruh luas lahan gambut di Indonesia.
GAMBUT DAN MEDIA :
- Sengkarut tata kelola gambut, ditambah eksploitasi perkebunan kelapa sawit berimbas nyata ke warga. Ekspansi sawit di lahan gambut berdampak pada lahan-lahan pertanian produktif warga. “Sekarang kalau hujan cepat sekali banjir, dan saat mulai masuk musim kemarau itu sudah cepat kering,” kata Ndo Lati–sapaan akrab Susilawati.
- Sebagian besar warga desa bekerja sebagai petani. Namun kehadiran perusahaan kebun sawit yang mengepung desa gambut itu telah berdampak pada sumber lahan pertanian menjadi tak produktif. Kehadiran perusahaan sawit juga mengubah fungsi ekosistem gambut yang selama ini menjadi resapan air.
- Kiprah perusahaan yang mengeringkan gambut, tak hanya berdampak pada kebakaran saat musim kemarau, tetapi juga berdampak pada daya dukung lingkungan di sekitar desa. Sedikitnya ada empat dampak kerusakan gambut antara lain: banjir, kebakaran (kabut asap), pencemaran tanah, dan terganggunya aktivitas masyarakat sehari-hari.
- Kerusakan lahan gambut tidak hanya berakibat pada terjadinya kebakaran lahan yang menyebabkan bencana kabut asap, banjir, dan pencemaran tanah, tapi juga berpengaruh bagi kehidupan masyarakat. Akibat lahan gambut rusak, masyarakat kesulitan memperoleh ekonomi, sumber pangan dan mata pencaharian yang sebelumnya mereka kerjakan perlahan lenyap.
Sesi Tanya Jawab
1.Parwijanto (Dari Bandung) : bagaimana penelitian tersebut berkolaborasi misal yang di amerika misal terkait air dan kelembapannya dan praktisannya di buat seperti itu, jadi sebelum kita melaksanakan suatu pekerjaan atau penentuan teknisnya ada, dan untuk jalan jika memakai articifial intelegent itu bagaimana?
- *Jawab (Ibu Mona): bagaimana dengan KHG dan kawasan gambut tidak masuk di KHG kita masih perlu data di aceh terkait kedalaman gambut dan bisa menyesuaikan teknik di 37 KHG tersebut pantau gambut sudah mulai mengindentifikasi dan berguna bagi masyarakat aceh, kita melihat bagaimana kerusakan dan hal ini menjadi menjadi kesulitan kami di aceh sehingga kedepan bisa.
- Jawab (Pak Ari) :terkait emisi saya rasa perlunya pengembangan kita sekarang dalamnya juga kita integrasi AI dan sudah ada di lavel perusahaan dan harapannya bisa masuk ke dalam perkembangan masyarakat agar bisa di sebar luaskan.
- Jawab (Pak Bambang Hariyadi) : Memanfaatkan gambut dengan baik bisa mengontrol dan pengelolaan yang baik dan sekarang kita KHG sudah ada misal di satu blok ada tanaman padi, dan ada tanaman sawit karena di sisi lain padi membutuhkan banyak air dan untuk sawit tidak bisa.
2. Bayu Rahmat Riyadi (Universitas Jambi) : emisi karbon ini sendiri di hasilkan dari proses dekomposisi gambut, pemateri pertama dia mengamati pengelolaan dari paludiculture bagaimana proses laju proses demkomposisi dari 3 pengamatan tersbut?
- Jawab (Ibu Mona): menjadi tantangan saya dan organisasi kami bahwa lahan gambut bisa di tanami yang juga non sawit, termasuk kawasan gambut sumatera dan riau studi banding dan juga pernah kunjungan dalam kongres pada tahun 2016 dan berinisiatif mengirim 5 orang dan di danai oleh BRGM
- Jawab (Pak ari): komposisi karbon 1-2 % dan di lahan gambut jika terdekomposisi akan mengurai dan melepaskan karbon ke udara.
3. Aidil Fitra (Universitas Negri Sriwijaya): pendekatan dengan masyarakat desa berbasis 3 R dan apakah ada pendekatan lain jika hal tersebut tidak bisa?
- Jawaban (Pak Syafrul ): Secara teoritis bisa di jelaskan tetapi berbeda jika di lapangan, ketika hari tanpa hujan akan kering jangankan rewething mencari air saja susah, bagaimana mau menanam jika hal ini terjadi, beberapa pengalaman di sumsel kucinya di air / water management maka akan dilakukan buka tutup kanal makanya memang bersepakat bahwa pengelolaan gambut bersifat konferhensif problemnya di regulasi kita, misal arah kanalnya dan investasinya menjadi mahal hal ini menjadi problem jadi konsep 3 R ini membutuhkan kesempurnaan, misal pengadaan sumur bor karena titik air di kedalaman berapa tidak kena, hal ini menjadi pertimbangan dan sekarang dalam proses penyempurnaan.
Tanggapan pak Bambang Hariyadi: terkait pembasahan di satu khg misal rewething dan ini obat tidak mengatasi sumber penyakitnya
4. Muhammad Fathan Mubina ingin menanyakan 3 pertanyaan: (Dari Umum)
- Bagaimana adaptasi tumbuhan gambut Sumatera terhadap fluktuasi suhu dan curah hujan yang terjadi akibat perubahan iklim?
- Bagaimana ekosistem gambut Sumatera mengatasi tantangan eksternal seperti El Nino dalam konteks perubahan iklim?
- Apa peran spesies endemik dalam ekosistem gambut Sumatera terhadap adaptasi terhadap perubahan iklim?
Jawaban (Syafrul) : satwa endemik di gambut ialah buaya sinyulong, gajah dan kerbau rawa dan bedampak kepada intensitas kebakaran dan kelembabpan menjadi rendah sehingga kebakaran di sumsel 2015 banyak spesies yang terbakar ialah kerbau rawa karena panas masuk kedalam air dan airpun panas sehingga membuat kerbau rawa mati. Gajah fenotifnya akan berubah karena makannya menjadi berkurang, dan sekarang gajah sekarang bisa makan tanaman sawit, sehingga jika kita jaga bagaimana kita lakukan akan dilihat kedepan untuk anak cucu kita.
Closing Statement
Pak Bambang hariyadi (Universitas Jambi) : Anak muda harus tahu tentang gambut dan minimal mengerti dan faham
Pak Syafrul (Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan): jagalah kelestarian gambut sehingga jika kita jaga bagaimana kita lakukan akan dilihat kedepan untuk anak cucu kita
