Bincang Gambut Kalimantan Barat Seri-4: Gambut di Belanda dan di Indonesia

Kegiatan ini dilaksanakan secara daring melalui zoom meeting yang dapat diakses kembali melalui link: https://drive.google.com/file/d/1XPTBbviO2EiWlyLSzf_nEUzDfT7iKAOJ/view

Dua narasumber hebat dari kegiatan Bincang Gambut seri-4 yaitu,

1. Aritta Suwarno, PhD (Postdoctoral Researcher at Wageningen University & Research)
2. Dr. Setiari Marwanto M. Si (Peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional RI)


berbagi.pahlawangambut.id_lib_plugins_ckgedit_fckeditor_userfiles_image_whatsappimage2022-08-27at14.48.24.jpeg

Gambut Sebagai Tampungan Unsur Hara

  • Jaringan tanaman tersusun dari proses transformasi kompleks CO2, air, dan unsur hara dari dalam tanah. Semakin banyak tanaman yang tumbuh di daratan artinya CO2 yang terserap di atmosfer akan semakin banyak, sehingga konsentrasi CO2 di atmosfer akan semakin berkurang. Oleh karena itu, salah satu cara yang paling efisien untuk mengurangi efek rumah kaca adalah bagaimana caranya kita menanam sebanyak-banyaknya.
  • Selain menjadi tempat penampungan karbon, gambut juga menjadi tempat penampungan hara. Proses dekomposisi di lahan gambut alami berjalan sangat lambat melepaskan unsur hara ke zona pertukaran.
  • Lahan gambut merupakan tampungan unsur hara yang labil dan rentan mengalami pengurasan. Ketika gambut dibuka untuk tujuan tertentu seperti pertanian, gambut akan melepaskan hara dalam jumlah yang besar ke ekosistem di bawahnya.

Fase El Nino Hingga Normal - Basah

Pada tahun 2015 akhir sekitar bulan November kita mengalami kemarau panjang. Terjadi kebakaran lahan di lahan gambut dimana asapnya menganggu banyak sektor. Yang terjadi pada hara di dalam gambut dapat dilihat dari grafik curah hujan berikut.

berbagi.pahlawangambut.id_lib_plugins_ckgedit_fckeditor_userfiles_image_whatsappimage2022-08-27at15.01.16.jpeg

Terjadi 3 fase El Nino hingga normal-basah

Fase I: Musim kemarau panjang (El Nino)
Fase II: Hujan dengan intensitas tinggi di akhir masa El Nino
Fase III: Muka air tanah meningkat, intesitas hujan berkurang, tahun basah karena sepanjang bulan terjadi hujan intensif.

Karakteristik Gambut di Tiap Fase
Ada 3 parameter yaitu pH sebagai universal variabel. Dengan pH kita bisa mengetahui karakteristik hara yang terjadi, dan sebagainya. Kita juga melihat wakil ion yang terjadi. Adapun karakteristik setiap fase antara lain,

Karakteristik Gambut Fase I

  • Gambut Lapisan Aerobik : Proses dekomposisi dalam suasana oksidatif meningkat secara ekstrim ketika musim kemarau panjang, pH gambut turun hingga 3,7 diakibatkan oleh meningkatnya konsentrasi anion. Dekomposisi juga mengakibatkan kation Ca2+ meningkat.
  • Gambut Lapisan Anaerobik: Terjadi reaksi reduktif yang meningkatkan pH hingga 7 dan konsentrasi kation. Tidak ada pengaruh dari lapisan atas karena tidak ada aliran dari atas.

Karakteristik Gambut di Fase II
Terjadi proses aliran, pengenceran, dan pengangkutan

  • Gambut lapisan aerobik : Konsentrasi hara turun drastis akibat proses pengenceran dan pengakutan. Kemasaman di lapisan bawah/anaerobic bertambah akibat kontaminasi dari lapisan atas/anaerobic.
  • Gambut lapisan anaerobik: Terjadi proses pencampuran lapisan aerobic dan anaerobic akibat aliran.

Karakteristik Gambut di Fase III

  • Gambut Lapisan Aerobik: pH stabil di bawah 5 akibat oksidatif (nitrifikasi dan pembentukan sulfat). Konsentrasi kation juga bertambah akibat peningkatan aktivitas mikrob pada kondisi lembab.
  • Gambut lapisan anaerobik: Peningkatan No-3 akibat kontaminasi dari lapisan atas.

Pengelolaan Gambut Lestari

1) Pengelolaan air menjadi kunci untuk mempertahankan kualitas gambut
2) Mempertahankan pasokan air disaat kemarau panjang akan mempertahankan kelembapan gambut dan mencegah percepatan dekomposisi
3) Mencegah kebocoran dan rembesan untuk mengurangi penyusutan air
4) Perlu dibuat tampungan air berupa embung agar kelebihan air dapat dimanfaatkan kembali.


berbagi.pahlawangambut.id_lib_plugins_ckgedit_fckeditor_userfiles_image_whatsappimage2022-08-27at15.50.15.jpeg

  • 3 fakta tentang lahan basah dari IPBES #GlobalAssessment yaitu, <85% luas lahan basah telah hilang, lahan basah adalah salah satu dari 3 ekosistem paling sensitif di darat, dan hilangnya lahan basah telah berkontribusi pada kehilangan mata pencaharian tradisional masyarakat.
  • Awalnya hampir 60% di Belanda adalah lahan gambut (peatland). Saat ini lahan gambut yang tersisa sangat sedikit hanya 10%. Hal ini dikarenakan beberapa kegiatan yang mereka lakukan yaitu ekstraksi peatland untuk beberapa kepentingan.

berbagi.pahlawangambut.id_lib_plugins_ckgedit_fckeditor_userfiles_image_whatsappimage2022-08-27at16.04.30.jpegberbagi.pahlawangambut.id_lib_plugins_ckgedit_fckeditor_userfiles_image_whatsappimage2022-08-27at16.05.02.jpeg

  • Ekstraksi peatland sudah dimulai sejak golden age era. Pada saat itu fokusnya tidak hanya kepada membuat kesuburan lahan untuk pertanian dan juga transportasi (kanal), tetapi juga untuk energi. Pada saat itu kondisi negaranya sangat miskin sehingga biomass sudah banyak digunakan dengan pembuatan kapal-kapal untuk pergi ke kota lain baik untuk berdagang atau mendapatkan sumber daya alam yang lain, sehingga mereka juga melakukan ekstraksi turf mining.
  • Turf (gambut) untuk kebutuhan bahan bakar (mid 1300 - 1900), dilakukan dengan memotong peatland kemudian mengeringkan dan turf akan dikirimkan ke daerah-daerah industri. Belanda juga pernah dikenal sebagai eksportir turf terbesar, bersama dengan negara Skandinavia dan juga Irlandia bergabung menjadi eksportif terbesar turf di pertengahan 1300 hingga 1500. Adanya kehilangan peatland antara 115 - 130 Ha per tahun karena memang diekstraksi.
  • Setelah era golden age selesai, bisa terlihat kanal-kanal karena disitu mereka melakukan ekstraksi peatland. Karena sudah terlanjur diekstraksi dan sudah terlanjur dibuat menjadi sebuah kanal sistem, sehingga sulit untuk mengembalikan kepada kondisi awal dengan cepat. Akhirnya mereka mencoba untuk berevolusi, mereka menggunakannya untuk holticulture, cattle farming, dan ecotourism.
  • Pada gambar di bawah ini terlihat yang tadinya berupa kanal-kanal ekstraksi, saat ini digunakan sebagai holtikultura. Kalau kita bicara mengenai areal gambut di Belanda, yang banyak dilakukan adalah untuk holtikultura dan cattle farming. Kegiatan agrikultur menjadi salah satu penghasilan dari Belanda dan itu dilakukan di atas peatland. Untuk ecotourism sebetulnya additional saja, tetapi jangan salah bahwa ini juga dibangun sebagai upaya untuk proccessing cheese dan juga managing water level.

berbagi.pahlawangambut.id_lib_plugins_ckgedit_fckeditor_userfiles_image_whatsappimage2022-08-27at17.20.56.jpeg

  • Income dari holtikultura dan cattle farming itu sangat besar sehingga menjadi semacam debat dikalangan akademisi dan praktisi mengenai bagaimana Belandaakan membalance itu semua.
  • Hampir 80% dari Netherland's peatlands saat ini digunakan sebagai green agriculture, baik itu sebagai holtikultura maupun cattle farming. Emisi dari penggunaan peatland di Belanda telah memberi kontribusi 2-3% national emission dan ini dirasa cukup besar. Emisi itu tidak hanya dihasilkan dari produksi food, tapi juga dairy seperti cheese. Adapun produksi cheese di Belanda menghasilkan emisi yang tinggi.

whatsappimage2022-08-27at17.24.28.jpeg

  • Terjadi pula peristiwa permukaan sungai lebih tinggi daripada rumah yang disebabkan oleh areal di perumahan tersebut mengalami subsidence. Ada pula terjadi penurunan pondasi rumah sehingga mereka harus meletakkan semacam tangga di depan rumah.

whatsappimage2022-08-27at17.55.39.jpeg

  • Sebagai pusat cheese di Gouda, disana membutuhkan air tanah yang cukup besar untuk pembuatan cheese. Sehingga tinggi muka kanal di center of Gouda hanya tinggal 5-10 cm. Jadi mereka sekarang sedang berpacu dengan waktu, mereka hanya punya waktu maksimal 20 tahun untuk mengatasi masalah ini.
  • Pemerintah Belanda sudah mulai berpikir untuk melakukan restorasi sejak 1900-an. Untuk ide awal mereka bekerja sama dengan pemerintah irlandia karena memiliki sejarah penggunaan peatland yang masih sama, sehingga mereka memiliki ide yang hampir sama. Karena Belanda termaksud daerah yang dingin, sehingga untuk melakukan restorasi seperti yang dilakukan di Indonesia agak sulit. Komposisi biomass di peatland belanda belum begitu hancur sehingga pada saat di drained untuk mengembalikan ke posisi semula cukup sulit dan revegetasi terjadi dengan sangat lambat. Sehingga mereka memilih untuk melakukan kombinasi.
  • Pertama, Pemerintah Belanda memilih membiarkan area-area peatland, mereka memindahkan orang-orang yang tinggal di atas peatland yang melakukan kegiatan farming dari wilayah gambut ke luar wilayah gambut. Mereka juga banyak menggunakan paludiculture untuk meningkatkan value chains. Yang terakhir untuk daerah yang sudah sangat sulit dilakukan restorasi, mereka akan coba menjadi nature reserve, mereka mengharapkan peatland regeneratif secara alami.

whatsappimage2022-08-27at17.47.41.jpeg

  • Tahapan membangun zona dalam restorasi lahan gambut antara lain: Natural zone (area regenerasi secara natural), combined zone (zona untuk konservasi dan ekonomi sustainability), serta economic zone (areal yang dialokasikan untuk kegiatan ekonomi dengan mengikuti konsep sustainability).

whatsappimage2022-08-27at17.52.37.jpeg

1. Pertanyaan dari Dr. Setiari Marwanto M. Si : Bagaimana strategi pemerintah belanda untuk memanage metan di peatland? Di Indonesia tekanan kebijakan lahan gambut sangat besar akibat emisi yang terjadi, kerusakan biodiversity akibat kebakaran. Apakah ada sejarah kebakaran gambut di Belanda dan bagaimana upaya untuk menekannya? Apakah secara alami kebakaran itu sulit terjadi di Belanda atau ada sebuah kebijakan yang bisa mengiintervensi? Yang ketiga, untuk peatland zona ekonomi tentu saja penggunaan pupuk masih ada, bagaimana upaya pemerintah belanda untuk menekan supaya gambut tetap produktif lestari?

Jawaban: Metan dari peatland itu menjadi risiko yang harus ditanggung. Belanda diuntungkan dengan posisi geografisnya. Hampir semua kanal di Belanda selalu basah. Rewetting yang dilakukan untuk mempercepat regenerasi dari peatland karena pertumbuhan peatbog dipengaruhi oleh muka air dan suhu. Emisi yang dihasilkan di Belanda lebih banyak dihasilkan dari cattle farming dibandingkan dengan rewetting peatland.

Kebakaran gambut bisa dibilang jarang atau tidak terjadi karena kondisi lingkungan. Sepanjang literatur saya, tidak menyebutkan adanya kebakaran gambut. Kalau dengan pembersihan lahan itu terjadi, tapi tidak dalam skala yang besar. Di Belanda punya banyak kanal dan dalam, untuk kanal yang kecil dalamnya 15 - 20 meter dan itu semuanya berkata dulu kanal itu lokasi turf mining.

Dalam penggunaan pupuk ini menjadadi regulasi yang hendak diterapkan. Kalau dengan paludiculture tidak memerlukan pupuk karena bisa tumbuh secara natural, sehingga risiko penggunaan pupuk sangat kecil. Risiko di tingkat nasional terkait penggunaan pupuk ini sangat intensif karena pupuk yang dibeli dari Belanda itu harus low nitrogen, low potential untuk metal emission, dan petani harus mengikuti standar penggunaan pupuk yang diterapkan. Tetapi itu juga tidak cukup memenuhi target Belanda sendiri. Mereka sedang berhitung strategi dan budget, yang pertama dilakukan yang di atas peatland kemudian pelan-pelan di mineral soil.

2. Pertanyaan dari Arizka Mufida : Bagaimana pengelolaan dan restorasi di Belanda, apakah ada sistem paludikultur seperti yang ada di Indonesia?

Jawaban: Konsep paludikultur sudah mulai diterapkan di Belanda selama lebih dari 10 tahun hanya memang pemilihan cropsnya berbeda sesuai dengan climate, peat bog, dan kanalnya yang jauh berbeda dari di Indonesia. Kalau di Belanda musim dingin lebih panjang sehingga mereka lebih fokus pada produksi crops yang bisa digunakan tidak hanya untuk makanan, tapi lebih ke replacing beberapa komoditi untuk industri. Produk paludikultur yang sedang diterapkan di Belanda antara lain grass untuk insulation, ada juga lumut selain digunakan insulation juga digunakan sebagai medical dan gardening. Dimana decorative plants menjadi bisnis besar di Belanda. Di Indonesia konsep paludikultur sudah banyak diteliti dan sedikit banyak sudah banyak membantu restorasi gambut di Indonesia. Jangan lupa saat promosi paludikultur juga harus berkontribusi terhadap bisnis model.

3. Pertanyaan dari Rabirl Yarham : Apakah karakteristik dan dinamika dekomposisi bahan gambut saat el nino tersebut dapat dipakai sebagai gambaran umum proses dekomposisi yg terjadi di daerah tropis secara umum? Kemudian kadar kation basa yg ditemukan tersebut apakah berasal dari bahan induk gambut tersebut atau karena pengaruh luapan sungai di dekatnya? Mungkin dekat dengan S. Pawan/ S. Kayong ya Pak? Terakhir, bagaimana menurut Bapak terkait upaya pembasahan ulang dengan sekat kanal saat ini? Karakteristik gambut dengan kapasitas kapiler yg rendah dan mgkin juga karena variasi level dekomposisi yg beragam menyebabkan potensial energi air tanah sulit diprediksi, sehingga saat terjadi kemarau ekstrim sekat kanal menjadi kurang efektif? Mohon diluruskan Pak. Terima kasih

Jawaban: Karakteristik gambut El Nino di Kalbar beda dengan el nino di sumatera. Umur tanamannya hampir sama, manajemennya sama, tapi komposisi gambut itu yang berbeda. Gambut yang ada di Kalimantan itu mengalami proses ekstrem karena kandungan kimianya jauh lebih rendah daripada yang ada di Sumatera. El Nino ekstrem di Sumatera masih terbuffer dengan bagus. Gambut di sumatera dipengaruhi oleh formasi gunung berapi, sementara di Kalimantan tidak memiliki sehingga ada bahan-bahan baru yang bisa ditambahkan dalam lahan gambut dan sekitarnya.

Kation itu kompleks keberadaannya di Kalimantan Barat. Selain berasal dari tanah itu sendiri, pengaruh pupuk juga turut serta. Ekstaksi hara dipengaruhi oleh siklus air, selain itu ada juga luapan daerah di atasnya.

Adapun kanal tetap membantu pembasahan.

4. Pertanyaan Pak Suratman : Penggunaan lahan gambut di Indonesia sangat konservatif kalau bisa jangan dirubah, nah kalau di Belanda bagaimana? Perubahan luasannya bagaimana? Kalau di Indonesia luasan lahan gambut cepat berubah. Yang ketiga, bicara klasifikasi sangat bervariasi dalam hal kedalaman gambut nah kalau di Belanda gimana?

Jawaban: Dari hasil simulasi, mapping yang dilakukan oleh institusi di Belanda, bahwa sebelum tahun 200 mereka memiliki luasan gambut sekitar 300-400rb. Sementara yang sekarang tinggal 10% dari luasan awal, ini tidak lepas dari pola manajemen. Awalnya ekstraksi kayu untuk membuat kapal, paling banyak untuk energi. Pada saat ekstraksi turf atau gambutnya dipotong secara masif, mereka juga membuat kanal system. Sekarang yang tersisa ekosistem yang tadinya gambut sekarang sudah tidak ada gambutnya. Ada juga yang gambut yang tersisa dan itulah yang mereka manage. Gambut itu dipandang sebagai area yang produktif di Belanda. Seiring berjalannya waktu dan konsep sustainability, mereka mengeluarkan kebijakan yang sudah diimplementasikan sejak pertengahan 1900 baik terkait kebijakan manajemen lahan, restorasi, tidak menggunakan pupuk kimia. Tetapi ada dua kepemilikan lahan yang 100% masyarakat sehingga agak sulit bagi pemerintah menyarankan tidak boleh melakukan farming tanpa memberi kompensasi karena masyarakat sudah tinggal ratusan tahun. Pada saat itu merupakan hutan negara maka kebijakan akan lebih mudah dilakukan. Perubahan lahan di sana dari gambut ada yang berubah peruntukannya dengan berbagai macam. Kedalaman gambut klasifikasinya cukup beragam tergantung suatu institusi mempelajarinya. Di kampus kita menggunakan klasifikasi secara umum. Kedalaman gambut di Belanda untuk di kawasan restorasi masih dalam, sementara di luar itu sudah tidak ada lagi. Biaya restorasi itu sangat besar sekali mereka harus menggunakan jutaan euro, sehingga Indonesia jangan sampai menuju ke sana.

  • komunitas/bincang_gambut_kalbar_seri_4_gambut_di_belanda_dan_di_indonesia.txt
  • Last modified: 2023/02/03 17:25
  • by 127.0.0.1